Baca Juga: Penyintas Kekerasan Seksual Berisiko Mengalami Gejala Androfobia
Ia berupaya menjadi suara bagi para korban di luar sana yang selama ini barangkali tak berani berbicara.
Dengan penuh keberanian, ia berbicara tentang kejahatan ayahnya, bukan untuk membuka luka lama, melainkan sebagai bentuk edukasi dan pencegahan agar kejadian serupa tak terulang.
Perjuangan Caroline tak lepas dari dukungan keluarganya, terutama suami dan anaknya yang kini berusia 10 tahun.
Meski luka masa lalu masih membayangi, ia mencoba menatap masa depan dengan penuh harapan.
"Peristiwa yang terjadi kala itu membuatku seperti sekarang. Aku berusaha untuk terus maju," ujar Caroline dengan penuh keyakinan.
Membangun Kesadaran Publik
Salah satu misi utama Caroline adalah meningkatkan kesadaran akan chemical submission, yakni penggunaan zat kimia untuk melumpuhkan korban sebelum melakukan pelecehan atau kekerasan seksual.
Isu ini masih jarang dibahas di masyarakat, padahal dampaknya sangat besar bagi para korban.
Selain itu, Caroline juga menekankan pentingnya edukasi bagi anak-anak mengenai pelecehan seksual sejak dini.
Dengan cara ini, ia berharap generasi mendatang lebih terlindungi dan mampu mengenali tanda-tanda bahaya sejak awal.
Langkah Caroline patut diacungi jempol sebagai aksi heroik yang tak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga demi kebaikan orang lain.
Ia mengajarkan kepada kita semua bahwa meski hidup penuh luka dan kegelapan, selalu ada cara untuk bangkit dan membawa perubahan positif.
Baca Juga: Mengenal Chemical Submission yang Terkait Kekerasan Seksual Menggunakan Obat-obatan
(*)