Baca Juga: Viral di Medsos, Wagub Jabar Usulkan Poligami dan Menikah untuk Cegah HIV/AIDS
Perempuan di Batu Aji, terutama yang sudah menjadi ibu, khawatir akan dampak poligami pada anak-anak mereka. Ini barangkali dirasakan pula oleh semua perempuan.
Jurnal tersebut mencatat, banyak anak-anak dari keluarga poligami kerap menghadapi konflik emosional akibat hubungan yang rumit antara anggota keluarga.
Perempuan dan Kesadaran Akan Hak-Hak Mereka
Fenomena ini juga menunjukkan bahwa perempuan di Batu Aji memiliki pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak mereka.
Bagi perempuan karier dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang cukup, mereka merasa memiliki posisi tawar yang kuat untuk menolak praktik poligami.
Selain itu, mereka juga terinspirasi oleh gerakan-gerakan feminis yang semakin memperjuangkan kesetaraan gender.
Para perempuan masa kini sudah banyak yang percaya bahwa pernikahan harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kemitraan, bukan dominasi sepihak.
Perspektif Agama dan Kebudayaan
Meskipun agama memberikan izin terbatas untuk poligami, banyak perempuan, tidak hanya di Batu Aji, yang merasa bahwa hal ini sering disalahgunakan.
Baca Juga: Aturan Poligami PNS Viral di TikTok, Ketahui Ada Syarat Persetujuan dari Istri Sah
Mereka menekankan bahwa keadilan yang disyaratkan dalam poligami sangat sulit dicapai dalam praktik nyata.
Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk menolak poligami demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan kesejahteraan keluarga.
Penolakan Poligami sebagai Bentuk Pemberdayaan Perempuan
Di Batu Aji, atau barangkali di seluruh pelosok negeri, penolakan poligami oleh perempuan dianggap sebagai langkah maju dalam pemberdayaan.
Mereka tidak hanya menolak menjadi bagian dari praktik yang dianggap merugikan, tetapi juga mendorong perempuan lain untuk lebih berani memperjuangkan hak-haknya.
Belajar dari fenomena penolakan poligami di Batu Aji, Batam, menunjukkan perubahan signifikan dalam pandangan perempuan modern terhadap pernikahan dan peran mereka dalam keluarga.
Dengan sikap yang tegas, kita sebagai perempuan harus berani menolak pencederaan terhadap hak-hak kita.
Terlebih jika didasarkan pada pembenaran ayat yang sekadar dimanfaatkan untuk keputusan egois dan sepihak.
Baca Juga: Poligami: The Uncovered, Menguak Aturan Poligami dan Posisi Perempuan
(*)