Jangan Salah Kaprah tentang 'Izin' Agama, Perempuan Berdaya Perlu Menentang Poligami

Arintha Widya - Senin, 20 Januari 2025
Perempuan Berdaya Perlu Menentang Poligami
Perempuan Berdaya Perlu Menentang Poligami iStockphoto

Parapuan.co - Kawan Puan, informasi terkait izin untuk poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jakarta rasanya sangat kontroversial.

Bagaimana tidak, izin tersebut diberikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setiabudi, yang resmi menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

Pergub yang diterbitkan pada 6 Januari 2025 itu salah satunya mengatur mekanisme izin bagi ASN di Jakarta jika ingin memiliki lebih dari satu istri.

Alasan Pj Gubernur Jakarta, Teguh Setiabudi, mengeluarkan aturan tersebut ialah sebagai respons banyaknya kasus nikah siri di kalangan ASN.

Namun, tentu saja izin poligami ini tidak adil bagi perempuan yang hendak atau bahkan mungkin sudah dimadu oleh suaminya.

Dan oleh karenanya, perempuan perlu menolak untuk dipoligami karena ada sejumlah alasan yang kuat untuk melakukannya.

Meski poligami dibolehkan dalam agama Islam, tetapi persyaratan yang "berat" seharusnya tidak menjadikan laki-laki menyanggupi untuk punya lebih dari satu istri.

Pahami informasi yang dikutip PARAPUAN dari Jurnal Al-Qadau berjudul "Penolakan Poligami oleh Wanita Karier terhadap Kepribadian Anak (Studi Kasus Kecamatan Batu Aji, Kota Batam)" (2023) oleh Nada Izzatun Nisa dan Muhammad Nurul Fahmi dari Peradilan dan Hukum Keluarga Islam, Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah (STDI) Imam Syafi'i Jember, berikut ini!

Q.S An-Nisa(4): 3 Bukan Dalil untuk Melakukan Poligami

Baca Juga: Ruhana Kuddus, Jurnalis Perempuan Minang Pejuang Isu Kesetaraan Gender

Di dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 3, tertulis: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.

Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau bedak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Ayat tersebut telah memberi peringatan bahwa jika laki-laki tidak bisa berlaku adil ketika menikahi perempuan, maka sebaiknya tidak berpoligami.

Disebutkan dalam jurnal tadi, bahwa ulama Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid Hafizhahullah berpendapat bahwa Q.S. An-Nisa ayat 3 tidak bisa dijadikan dalil sunnahnya poligami.

Lalu, mari kita telaah lagi kata "adil" dalam ayat itu. Adil bukan berarti suami memberikan istri pertama dan kedua nafkah dengan perbandingan 1:1.

Jika istri pertama punya anak sedangkan istri kedua tidak/belum punya anak, perbandingan 1:1 tentulah tidak adil bagi istri pertama.

Lalu jika istri pertama diberikan lebih banyak, istri kedua bisa saja iri atau justru sedih karena tidak mendapatkan jumlah yang sama lantaran belum mempunyai anak.

Penulis beranggapan, tidak seorang pun bisa berlaku adil dalam memperlakukan orang lain yang dalam kasus ini yaitu seorang suami yang berpoligami atau akan berpoligami.

Laki-laki rasanya perlu berhenti berpikir dirinya bisa dan mampu berlaku adil.

Baca Juga: Sinetron Indosiar Tuai Kecaman Karena Mengandung Unsur Poligami Anak di Bawah Umur

Dampak Negatif Poligami pada Kehidupan Perempuan

1. Risiko Ketidakadilan Emosional

Praktik poligami sering kali menimbulkan ketidakadilan emosional, di mana perempuan merasa tidak dihargai sepenuhnya.

Seperti studi kasus di Batu Aji, Batam dalam Jurnal "Penolakan Poligami oleh Wanita Karier terhadap Kepribadian Anak" (2023), sebagian perempuan yang jadi responden mengaku bahwa poligami membuat mereka kehilangan rasa percaya diri dan martabat.

Terutama ketika suami tidak mampu memberikan perhatian yang setara kepada semua istri.

2. Tantangan Finansial

Perempuan, baik pekerja rumah tangga atau berkarier di luar, memahami bahwa poligami sering kali membawa beban finansial tambahan.

Dengan penghasilan mereka, banyak dari mereka merasa tidak adil jika penghasilan keluarga harus dibagi ke banyak pihak, terutama jika suami tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai.

3. Dampak pada Anak

Baca Juga: Viral di Medsos, Wagub Jabar Usulkan Poligami dan Menikah untuk Cegah HIV/AIDS

Perempuan di Batu Aji, terutama yang sudah menjadi ibu, khawatir akan dampak poligami pada anak-anak mereka. Ini barangkali dirasakan pula oleh semua perempuan.

Jurnal tersebut mencatat, banyak anak-anak dari keluarga poligami kerap menghadapi konflik emosional akibat hubungan yang rumit antara anggota keluarga.

Perempuan dan Kesadaran Akan Hak-Hak Mereka

Fenomena ini juga menunjukkan bahwa perempuan di Batu Aji memiliki pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak mereka.

Bagi perempuan karier dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang cukup, mereka merasa memiliki posisi tawar yang kuat untuk menolak praktik poligami.

Selain itu, mereka juga terinspirasi oleh gerakan-gerakan feminis yang semakin memperjuangkan kesetaraan gender.

Para perempuan masa kini sudah banyak yang percaya bahwa pernikahan harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kemitraan, bukan dominasi sepihak.

Perspektif Agama dan Kebudayaan

Meskipun agama memberikan izin terbatas untuk poligami, banyak perempuan, tidak hanya di Batu Aji, yang merasa bahwa hal ini sering disalahgunakan.

Baca Juga: Aturan Poligami PNS Viral di TikTok, Ketahui Ada Syarat Persetujuan dari Istri Sah

Mereka menekankan bahwa keadilan yang disyaratkan dalam poligami sangat sulit dicapai dalam praktik nyata.

Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk menolak poligami demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan kesejahteraan keluarga.

Penolakan Poligami sebagai Bentuk Pemberdayaan Perempuan

Di Batu Aji, atau barangkali di seluruh pelosok negeri, penolakan poligami oleh perempuan dianggap sebagai langkah maju dalam pemberdayaan.

Mereka tidak hanya menolak menjadi bagian dari praktik yang dianggap merugikan, tetapi juga mendorong perempuan lain untuk lebih berani memperjuangkan hak-haknya.

Belajar dari fenomena penolakan poligami di Batu Aji, Batam, menunjukkan perubahan signifikan dalam pandangan perempuan modern terhadap pernikahan dan peran mereka dalam keluarga.

Dengan sikap yang tegas, kita sebagai perempuan harus berani menolak pencederaan terhadap hak-hak kita.

Terlebih jika didasarkan pada pembenaran ayat yang sekadar dimanfaatkan untuk keputusan egois dan sepihak.

Baca Juga: Poligami: The Uncovered, Menguak Aturan Poligami dan Posisi Perempuan

(*)

Sumber: Berbagai sumber
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Ini Rekomendasi Skincare Lokal Berbasis Sains yang Harganya Terjangkau