Keluarga yang seharusnya memberikan ruang aman untuk anak malah menjadi area yang berbahaya atau malah neraka.
Pada situasi tertentu, kekerasan pada anak di lingkup keluarga juga bisa terjadi ketika orang tua menyalahgunakan posisinya.
Orang tua seakan memiliki kuasa atas anaknya, mereka bebas mengatur anak bahkan melakukan apapun dengan dalih mendisiplinkannya.
Padahal, mendisiplinkan anak tidak harus dilakukan dengan kekerasan fisik, psikologis, maupun verbal.
Lebih dalam lagi, faktor usia dan kematangan emosional menjadi hal lain yang perlu dimiliki orang tua.
Memang, kematangan emosional tidak ditentukan dari usia seseorang saja. Namun jika dilihat dari kasus pembunuhan anak kandung di Tambun Selatan, salah satu pelakunya masih berusia 19 tahun.
Padahal usia tersebut menjadi batas usia pernikahan di Indonesia, sementara AZR sudah memiliki anak berusia sekitar lima tahun.
Kedua pelaku dinilai belum memiliki kematangan emosional untuk membina keluarga atau bahkan memiliki anak.
Perlu diingat bahwa menjadi orang tua adalah beban tanggung jawab yang harus diemban seumur hidup.
Baca Juga: Kasus Balita Dibunuh karena Utang, Kenali Faktor Risiko Kekerasan terhadap Anak
Sehingga jika tidak memiliki kesiapan finansial, mental dan kematangan emosional, ini hanya akan memicu percikan emosi yang membuat orang tua melampiaskannya pada anak.
Di sisi lain, pemerintah dan lembaga berwajib juga perlu memberikan sanksi tegas bagi para pelaku kekerasan pada anak.
Dibutuhkan kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum untuk memberantas kekerasan pada anak.
Penagangan yang cepat perlu dilakukan, apalagi selama ini pihak berwajib cenderung lambat dalam melakukan penyelidikan terkait kasus kekerasan baik pada anak maupun perempuan.
(*)