Data Biro Sensus AS Sebut Gen Z Generasi Termiskin, Apa Latar Belakangnya?

Arintha Widya - Rabu, 29 Januari 2025
Gen Z disebut generasi termiskin menurut data Biro Sensus AS. Apa penyebabnya?
Gen Z disebut generasi termiskin menurut data Biro Sensus AS. Apa penyebabnya? nazar_ab

Parapuan.co - Kawan Puan, meski bukan dilakukan di Indonesia, data dari Biro Sensus Amerika Serikat (AS) terkait Generasi Z atau Gen Z ini perlu kita jadikan bahan introspeksi.

Melansir Your Tango, data dari Biro Sensus AS mencatat bahwa Gen Z kini dianggap sebagai generasi termiskin.

Terlebih di tengah banyaknya individu dan rumah tangga hidup dalam kemiskinan di tengah meningkatnya biaya hidup, tekanan inflasi, dan ketidakstabilan ekonomi.

Ada banyak alasan nyata yang mendorong kemiskinan pada Gen Z, yang terkait dengan karier dan keuangan.

Dengan memahami tekanan sosial dan ekonomi yang dialami oleh Gen Z, kita dapat mengurangi stigma terhadap kelompok ini dan mulai membangun empati untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.

Berikut 11 alasan utama mengapa Generasi Z menghadapi tantangan ekonomi yang begitu besar!

1. Menunda Pernikahan

Menurut survei The Knot pada tahun 2023, meskipun lebih dari separuh responden Gen Z terbuka untuk menikah di masa depan, mereka cenderung lebih fokus pada pengembangan diri, pendidikan, dan karier daripada membangun rumah tangga di usia muda.

Akibatnya, mereka kehilangan keuntungan finansial seperti pendapatan ganda dalam rumah tangga atau manfaat pajak yang sering dinikmati pasangan menikah.

Baca Juga: Perempuan Milenial dan Gen Z Memilih untuk Menunda Pernikahan, Mengapa?

2. Utang Pendidikan yang Tinggi

Biaya pendidikan tinggi yang terus meningkat membuat banyak Gen Z terjebak dalam utang pendidikan.

Studi oleh National Way of the National Capital Area menunjukkan bahwa hampir 70 persen Gen Z khawatir tentang inflasi, dan 64 persen kesulitan menemukan perumahan yang terjangkau.

Beban ini memaksa sebagian besar dari mereka tinggal bersama keluarga lebih lama atau bahkan tidak mampu membayar utang pendidikan mereka sama sekali.

3. Kepemilikan Rumah yang Sulit Dijangkau

Menurut Arbor Realty Trust, Gen Z adalah generasi pertama yang mayoritasnya menjadi penyewa rumah.

Tingginya biaya sewa—yang rata-rata mencapai 30 persen dari pendapatan mereka—menyulitkan mereka untuk menabung demi uang muka rumah.

Hal ini diperburuk oleh inflasi pada kebutuhan pokok seperti listrik dan bahan makanan.

4. Kesulitan Mendapatkan Pekerjaan Sesuai Pendidikan

Baca Juga: Cara Mudah Gen Z Menjelaskan ke Orang Tua Tentang Pekerjaan Zaman Now

Meski telah menyelesaikan pendidikan tinggi, banyak Gen Z merasa sulit mendapatkan pekerjaan yang stabil dan memberikan upah layak.

Persaingan ketat, stigma di tempat kerja, dan kenaikan biaya hidup membuat janji "kesuksesan tradisional" seperti yang dialami generasi sebelumnya sulit tercapai.

5. Teknologi dan AI Mengurangi Peluang Kerja

Laporan dari McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa pada tahun 2030, hingga 375 juta pekerja harus beralih karier akibat otomatisasi AI.

Teknologi ini tidak hanya mengurangi peluang kerja di bidang tertentu tetapi juga menciptakan ketidakstabilan di pasar kerja, terutama bagi Gen Z yang baru memasuki dunia kerja.

6. Terjebak dalam Utang Kartu Kredit

Menurut survei Credit Karma, Gen Z memiliki tingkat pertumbuhan utang yang lebih cepat dibandingkan generasi lainnya.

Pascapandemi, banyak dari mereka menggunakan kartu kredit untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi, sering kali tanpa pendidikan literasi keuangan yang memadai.

7. Minim Tabungan Darurat

Baca Juga: Tips Mengelola Dana Darurat, Apa yang Dilakukan Jika Sudah Menggunakannya?

Survei Bank of America menemukan bahwa hampir 60 persen Gen Z tidak memiliki tabungan darurat untuk menutupi biaya hidup selama tiga bulan.

Banyak dari mereka bahkan merasa pendapatannya terlalu rendah untuk menabung, apalagi untuk investasi atau dana pensiun.

8. Rentan terhadap PHK

Studi EY 2023 Gen Z Segmentation menunjukkan bahwa ketidakpastian ekonomi dan pasar kerja menjadi stresor utama bagi Gen Z.

Gelombang PHK yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat mereka kehilangan kepercayaan pada stabilitas pekerjaan.

Akibatnya, sebagian besar Gen Z mengambil pekerjaan sementara yang sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.

9. Pengeluaran pada Pengalaman Sosial

Tekanan dari media sosial mendorong Gen Z untuk menghabiskan uang lebih banyak pada pengalaman seperti makan di luar, liburan, atau hiburan.

Menurut survei Bank of America, banyak dari mereka menggunakan sisa pendapatannya untuk pengeluaran ini sebagai cara menjaga kesehatan mental dan memenuhi ekspektasi sosial.

Baca Juga: Disinggung Apindo, Pekerja Bisa Lakukan Ini untuk Kemungkinan PHK Imbas Kenaikan UMP

10. Kurangnya Literasi Keuangan

Studi dari TIAA Institute menemukan adanya kesenjangan literasi keuangan antara Gen Z dan generasi sebelumnya.

Minimnya pendidikan tentang pengelolaan keuangan membuat banyak Gen Z kesulitan menabung dan merencanakan masa depan mereka.

11. Tekanan Konsumerisme Impulsif

Media sosial dan e-commerce mempermudah Gen Z untuk melakukan pembelian impulsif.

Tekanan dari influencer dan kemudahan teknologi pembayaran meningkatkan konsumsi yang sering kali bersifat sementara namun menambah beban utang.

Dari informasi di atas, bisa dibilang bahwa Gen Z menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks, mulai dari utang pendidikan hingga ketidakstabilan pekerjaan.

Dengan melihat kenyataan ini, kita dapat menghapus stigma negatif yang sering melekat pada generasi muda dan mulai mendukung mereka dengan memberikan pendidikan keuangan, kesempatan kerja yang lebih inklusif, dan kebijakan ekonomi yang adil.

Baca Juga: Hindari Pembelian Impulsif, Ini 3 Tips Hemat Belanja Kebutuhan Lebaran

(*)

Sumber: Your Tango
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

PPDB Diganti SPMB dan Tidak Ada Sistem Zonasi, Berikut Perbedaannya