Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Hari Hijab Sedunia 1 Februari: Upaya Menyuarakan Pemberdayaan bagi Perempuan Muslim

Arintha Widya - Sabtu, 1 Februari 2025
Hari Hijab Sedunia: Upaya Menyuarakan Pemberdayaan bagi Perempuan Muslim
Hari Hijab Sedunia: Upaya Menyuarakan Pemberdayaan bagi Perempuan Muslim OleksiiK

Parapuan.co - Hari Hijab Sedunia atau World Hijab Day (WHD) diperingati setiap tanggal 1 Februari oleh perempuan Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia.

Peringatan ini bertujuan untuk mendukung perempuan berhijab, mendorong solidaritas, serta melawan stereotip yang kerap melekat pada hijab dalam masyarakat modern.

Sejak pertama kali digagas, WHD telah mendapat dukungan dari lebih dari 140 negara yang bersatu dalam semangat menegakkan hak perempuan Muslim.

Hari Hijab Sedunia juga merupakan upaya menyuarakan pemberdayaan bagi perempuan muslim sebagaimana diungkap Zoe Knight, lulusan Australian National University, melansir The Organization for World Peace!

Hijab dan Tantangan Islamofobia

Dalam beberapa dekade terakhir, Islamofobia telah meningkat, terutama pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat.

Serangan dan diskriminasi terhadap umat Muslim semakin sering terjadi, terutama terhadap perempuan yang mengenakan hijab.

Laporan tahunan 2017 dari organisasi Tell MAMA (Measuring Anti-Muslim Attacks) mengungkapkan bahwa perempuan berhijab lebih rentan mengalami pelecehan dan diskriminasi dibandingkan kelompok Muslim lainnya.

Di berbagai negara, sentimen anti-Muslim semakin diperparah oleh retorika kebencian dari tokoh politik dan pejabat berpengaruh.

Baca Juga: Perubahan Iklim dan Ketidaksetaraan Gender Membahayakan Perempuan dan Anak

Afaf Nasher, direktur eksekutif CAIR (Council on American-Islamic Relations) di New York, menyatakan bahwa WHD hadir untuk melawan stereotip keliru tentang hijab dan menyoroti keberagaman perempuan Muslim di dunia.

Menurutnya, hijab bukanlah simbol terorisme, dan perempuan berhijab seharusnya tidak mengalami prasangka atau perlakuan diskriminatif.

Islamofobia di Level Global

Diskriminasi terhadap Muslim tidak hanya terjadi dalam interaksi sosial, tetapi juga dalam kebijakan negara.

Beberapa pemimpin dunia justru memperkuat Islamofobia dengan dalih pemberantasan terorisme, padahal kebijakan mereka justru mengarah pada pembatasan hak-hak Muslim.

Di Austria, sejak terpilihnya Chancellor Sebastian Kurz dan partai koalisinya yang berhaluan kanan, pemerintah semakin ketat mengawasi komunitas Muslim.

Program "Together. For our Austria" yang mereka buat berulang kali menyebut Islam sebagai ancaman, tanpa membedakan antara Islam sebagai agama dan ekstremisme politik.

Akibatnya, kebijakan ini semakin mengisolasi Muslim di Austria.

Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump memberlakukan kebijakan kontroversial "Muslim Ban", yang membatasi masuknya warga dari enam negara mayoritas Muslim, termasuk Suriah dan Iran.

Baca Juga: Catcalling Bukan Candaan Tetapi Bentuk Pelecehan pada Perempuan

Meskipun kebijakan ini menuai protes dari banyak pihak, dampaknya tetap memperparah diskriminasi terhadap komunitas Muslim di AS.

Menurut CAIR, enam bulan setelah Trump menjabat, kejahatan kebencian terhadap Muslim meningkat hingga 91 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Serangan terhadap Muslim juga terjadi di India, di mana meningkatnya sentimen kebencian menyebabkan insiden tragis, seperti kasus pembakaran seorang pria Muslim di Rajasthan pada tahun 2017.

WHD dan Harapan Pemberdayaan Perempuan Muslim

Di tengah meningkatnya Islamofobia global, Hari Hijab Sedunia yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2013 ini menjadi simbol perlawanan terhadap diskriminasi.

Dengan dukungan lebih dari 145 negara, WHD terus berkembang sebagai gerakan yang tidak hanya menyoroti hak perempuan Muslim, tetapi juga menentang kebijakan yang mendiskriminasi komunitas Muslim secara umum.

Sebagai bagian dari upaya edukasi global, WHD meluncurkan program "Corporate Anti-Islamophobia Program", yang bertujuan untuk mengatasi diskriminasi terhadap Muslim di lingkungan kerja dan sektor korporasi.

Hari Hijab Sedunia bukan sekadar perayaan, tetapi juga gerakan sosial untuk menegakkan hak perempuan Muslim agar mereka dapat mengenakan hijab dengan aman dan tanpa rasa takut.

Jika gerakan ini terus mendapat dukungan luas, maka perlahan tetapi pasti, stereotip negatif tentang hijab akan terkikis, dan perempuan Muslim dapat menjalani kehidupan mereka dengan lebih bebas dan berdaya.

Jadi hijab bukanlah pembatasan, tetapi simbol pemberdayaan yang sesungguhnya.

Baca Juga: Lebih dari Kompetisi, Indonesia Women Half Marathon Jadi Ajang Pemberdayaan Perempuan

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.