1. Pembayaran mahar atau praktik mas kawin - Hal ini dapat menyebabkan perempuan dan anak perempuan diperlakukan sebagai komoditas yang diperjualbelikan.
2. Pernikahan palsu atau penipuan pernikahan - Pernikahan semacam ini sering kali digunakan sebagai modus untuk migrasi ilegal yang pada akhirnya menempatkan anak dalam situasi eksploitasi.
3. Pernikahan lintas negara - Anak perempuan yang dibawa ke negara lain melalui pernikahan sering kali menjadi terisolasi dan bergantung pada suami mereka, meningkatkan risiko kekerasan dan eksploitasi, termasuk perdagangan manusia.
Identifikasi dan respons terhadap kasus-kasus ini menjadi tantangan besar bagi penegak hukum serta layanan perlindungan korban.
Pernikahan sering kali dianggap sebagai urusan pribadi keluarga, sehingga sulit untuk mendeteksi dan menyelidiki potensi perdagangan manusia dalam kasus pernikahan anak.
Dampak Hukum dan Tantangan Penegakan
Negara-negara di ASEAN dirasa perlu menyusun dan menegakkan undang-undang yang komprehensif untuk mengkriminalisasi pernikahan anak sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional.
Namun, efektivitas hukum sangat bergantung pada pemahaman para penegak hukum mengenai keterkaitan antara praktik pernikahan tertentu dengan perdagangan manusia.
Adapun sejumlah tantangan utama yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum meliputi: