Baca Juga: Pernikahan Anak Dilegalkan di Irak: Inikah Akhir dari Hak-Hak Perempuan dan Anak?
Korban enggan melapor karena rasa malu, takut akan pembalasan dari pasangan atau keluarganya, kurangnya kepercayaan terhadap polisi dan pihak berwenang, atau kekhawatiran bahwa anak-anak mereka akan diambil alih oleh negara.
Kurangnya akses terhadap layanan dukungan bagi korban, termasuk hambatan bahasa, status imigrasi, dan isolasi sosial.
Adanya celah hukum yang memungkinkan pernikahan anak terus terjadi meskipun ada larangan hukum.
Oleh karena itu, pelatihan bagi penegak hukum serta penghapusan celah hukum menjadi langkah krusial dalam mengatasi pernikahan anak dan perdagangan manusia.
Pendekatan Holistik dalam Pencegahan Pernikahan Anak
Penyelesaian permasalahan pernikahan anak memerlukan pendekatan menyeluruh yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi:
1. Reformasi hukum - Menyusun dan menegakkan undang-undang yang mengkriminalisasi semua bentuk pernikahan anak.
2. Kerja sama lintas negara - Mengembangkan mekanisme kerja sama antarnegara dalam menangani pernikahan paksa dan perdagangan manusia.
Baca Juga: Legal di Irak, Pernikahan Anak Tetap Jadi Bentuk Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Anak
3. Peningkatan kesadaran publik - Kampanye edukasi untuk mengubah norma sosial yang mendukung pernikahan anak.
4. Peningkatan kapasitas penegak hukum dan sistem peradilan - Melatih aparat dalam pendekatan yang sensitif gender dan memahami hubungan antara pernikahan anak dan perdagangan manusia.
5. Pendaftaran kelahiran dan pernikahan yang wajib - Langkah ini dapat membantu memastikan usia anak sebelum menikah dan mencegah pemalsuan data pernikahan.
Upaya ASEAN dalam Menanggulangi Pernikahan Anak
Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC), dengan dukungan dari program ASEAN–Australia Counter Trafficking (ASEAN-ACT), sejak 2024 lalu mengembangkan pedoman regional untuk mencegah pernikahan anak dan pernikahan paksa dalam konteks perdagangan manusia.
Pedoman ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja yang komprehensif dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia ini dengan cara:
- Menyelaraskan upaya nasional dan regional dengan standar hak asasi manusia internasional.
- Mendorong kemitraan antara pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk melindungi anak-anak yang rentan.
- Memastikan akses terhadap keadilan bagi korban perdagangan manusia dalam konteks pernikahan paksa.
Kesepakatan mengenai pedoman ini akan menjadi langkah awal yang penting dalam menangani pernikahan anak dan perdagangan manusia secara lebih efektif.
Namun, komitmen dari semua pihak diperlukan untuk mencegah dan menghentikan praktik ini sepenuhnya.
Negara-negara anggota ASEAN dan komunitas global perlu mengambil langkah lebih jauh dalam mengatasi akar permasalahan pernikahan anak dan perdagangan manusia, termasuk kemiskinan, ketimpangan gender, dan norma budaya yang masih membiarkan praktik ini berlangsung.
Tanpa tindakan nyata, pernikahan anak akan terus menjadi ancaman bagi hak dan masa depan anak-anak di ASEAN dan dunia.
Baca Juga: Legal di Irak, Pernikahan Anak Tetap Jadi Bentuk Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Anak
(*)