Parapuan.co - Baru-baru ini di media sosial ramai tagar #KaburAjaDulu. Hal ini dilakukan sebagian muda-mudi karena sejumlah alasan.
Salah satunya adalah adanya harapan untuk bisa "kabur" ke luar negeri demi mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Artinya, banyak orang yang merasa hidup di negeri sendiri sulit, terlebih dalam mencari pekerjaan selama beberapa waktu terakhir.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menjelaskan, tagar tersebut bermaksud mendorong warga negara Indonesia untuk bekerja merantau ke luar negeri.
Yassierli menyebut hal itu sebagai tantangan untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.
"Ini tantangan buat kita kalau memang itu adalah terkait dengan aspirasi mereka. Ayo pemerintah create better jobs, itu yang kemudian menjadi catatan kami dan concern kami," ungkap Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2025) seperti melansir Kompas.com.
Tentu saja "kepergian" masyarakat ke luar negeri perlu diantisipasi dan dicegah, terlebih bagi mereka yang terampil dalam bidang-bidang terkait STEM.
Untuk mencegah warga yang terampil dan kompeten memajukan negeri, Indonesia bisa belajar dari Korea Selatan (Korsel). Yuk, simak!
Cara Pemerintah Korsel Cegah Warga Merantau ke Luar Negeri
Baca Juga: Mengenal Brain Drain, Saat Penerima Beasiswa LPDP Tidak Pulang ke Indonesia
Korea Selatan telah mengambil berbagai langkah strategis untuk mengakomodasi warga berbakat di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika guna mencegah terjadinya brain drain.
Salah satu pendekatan utama yang dilakukan adalah dengan membangun institusi riset dan pendidikan berkualitas tinggi yang menitikberatkan pada inovasi teknologi.
Mendirikan Lembaga Riset dan Pendidikan Unggulan
Pada tahun 1966, Korea Selatan mendirikan Institut Sains dan Teknologi Korea (KIST), yang menjadi lembaga riset nasional pertama di negara tersebut.
Lembaga ini didirikan dengan dukungan Amerika Serikat dengan tujuan mengembangkan teknologi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada keahlian asing.
Keberadaan KIST terbukti berdampak besar pada perkembangan industri di Korea Selatan, khususnya di sektor baja, bahan kimia, dan pembuatan kapal.
Hal ini berkontribusi pada kebangkitan perusahaan besar seperti Hyundai, POSCO, dan Samsung.
Sebelum adanya KIST, sebagian besar insinyur dan ilmuwan berbakat di Korea Selatan harus menempuh pendidikan di luar negeri.
Namun, setelah pendiriannya, KIST berhasil menciptakan ekosistem penelitian dan pengembangan yang memungkinkan mereka untuk tetap berkembang di dalam negeri.
Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Penerima Beasiswa LPDP Luar Negeri Wajib Pulang ke Indonesia
Dengan demikian, KIST menjadi pilar utama dalam membangun inovasi teknologi lokal yang kompetitif di kancah global.
Tidak berhenti di KIST, pemerintah Korea Selatan juga mendirikan Korea Advanced Institute of Science (KAIS) pada tahun 1971, yang kemudian berkembang menjadi Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST).
Lembaga ini didirikan melalui pinjaman dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan menjadi universitas sains dan teknologi pertama di Korea Selatan.
KAIST berperan penting dalam melatih ilmuwan dan insinyur tingkat lanjut serta membangun struktur pendidikan pascasarjana yang berkualitas tinggi.
KAIST: Pusat Inovasi dan Teknologi
KAIST mengadopsi model pendidikan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat, menjadikannya sebagai institusi utama dalam mencetak insinyur dan ilmuwan kelas dunia.
Dampak dari keberadaan KAIST terhadap industri teknologi Korea Selatan sangat signifikan, dengan banyak lulusannya yang kini memimpin perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Samsung, LG, dan SK Hynix.
Selain itu, KAIST berperan dalam dominasi Korea Selatan di industri semikonduktor, robotika, dan kecerdasan buatan (AI).
Universitas ini telah membantu mengembangkan berbagai teknologi canggih, termasuk kendaraan otomatis tanpa pengemudi, sistem pabrik pintar, serta robot humanoid pertama di Korea Selatan.
Baca Juga: Cara Temukan Tempat Magang di Luar Negeri Via Platform Bantu Kerja
KAIST juga menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar seperti Samsung, Hyundai, dan LG untuk mentransformasikan penelitian akademik menjadi inovasi dunia nyata, seperti teknologi layar OLED yang kini menjadi standar global di industri ponsel pintar dan televisi.
Dampak Kebijakan dalam Mencegah Brain Drain
Keberadaan institusi seperti KIST dan KAIST telah menjadi faktor utama dalam transformasi Korea Selatan dari negara berpenghasilan rendah menjadi salah satu kekuatan teknologi global hanya dalam waktu setengah abad.
Lembaga-lembaga ini memainkan peran krusial dalam perkembangan semikonduktor, robotika, kecerdasan buatan, dan pembuatan kapal, sekaligus melahirkan para insinyur dan ilmuwan berbakat yang mengembangkan perusahaan-perusahaan Korea menjadi merek global.
Yang lebih penting, inisiatif ini telah mencegah brain drain dengan menciptakan peluang kerja dan riset yang kompetitif di dalam negeri.
Dengan adanya institusi riset dan universitas berstandar internasional, para ilmuwan dan insinyur Korea Selatan tidak lagi merasa perlu mencari peluang di luar negeri.
Pasalnya, mereka semua sudah dapat berkontribusi langsung dalam pembangunan negaranya.
Upaya ini menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu negara dengan teknologi paling maju di dunia, membuktikan bahwa investasi dalam riset dan pendidikan tinggi adalah kunci dalam menjaga talenta terbaik tetap berada di dalam negeri dan berkontribusi terhadap kemajuan nasional.
Bagaimana dengan Kawan Puan? Apakah kamu akan kabur dulu atau tetap berada di dalam negeri?
Baca Juga: Karier Cemerlang di Negeri Sakura, Ikuti 3 Syarat Kerja di Jepang Ini
(*)