Parapuan.co - Kawan Puan, tahukah kamu tanggal 20 Februari diperingati sebagai Hari Keadilan Sosial Sedunia atau World Day of Social Justice?
Bersamaan dengan peringatan ini, mari kita ingat kembali apakah perempuan sudah mendapatkan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, pekerjaan, maupun ranah privat (rumah tangga)?
Keadilan bagi perempuan telah menjadi perjuangan panjang yang melintasi berbagai era dan negara.
Meskipun banyak hak perempuan telah diakui dalam hukum dan kebijakan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai hambatan dalam mewujudkan kesetaraan gender, baik di ranah sosial, institusi tempat bekerja, maupun dalam kehidupan rumah tangga.
Mari kita telaah bersama apakah keadilan sosial sudah diperoleh perempuan, sebagaimana PARAPUAN rangkum dari modul "Economic, Social, and Cultural Rights of Women" dari University of Minnesota Human Rights Library.
Kesenjangan di Ranah Sosial
Di berbagai belahan dunia, perempuan masih menghadapi diskriminasi yang berakar pada ideologi patriarki.
Meskipun hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya telah diakui dalam berbagai instrumen hak asasi manusia, perempuan masih mengalami hambatan dalam menikmatinya secara penuh.
Norma sosial dan budaya sering kali memperkuat peran perempuan dalam lingkup domestik, membatasi mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Baca Juga: Mengenal 3 Ulama Perempuan Indonesia Penggerak Keadilan dan Kesetaraan
Kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan pernikahan paksa, masih menjadi tantangan besar yang menghalangi perempuan untuk hidup dengan aman dan bermartabat.
Ketidakadilan dalam Institusi Tempat Bekerja
Modul "Economic, Social, and Cultural Rights of Women" juga mencatat bahwasanya dalam dunia kerja, perempuan masih menghadapi ketimpangan dalam hal kesempatan, upah, dan posisi kepemimpinan.
Meskipun telah ada kebijakan yang mengatur kesetaraan gender di tempat kerja, realitanya masih banyak perempuan yang mendapatkan upah lebih rendah dibanding laki-laki untuk pekerjaan yang sama.
Selain itu, perempuan sering kali dihadapkan pada "glass ceiling", yakni batasan tak kasat mata yang menghambat mereka untuk mencapai posisi kepemimpinan.
Beban ganda yang harus ditanggung perempuan—antara tanggung jawab domestik dan pekerjaan profesional—juga menjadi faktor yang menghambat kemajuan mereka di dunia kerja.
Ketidakadilan di Ranah Privat
Ranah privat, seperti keluarga dan rumah tangga, juga menjadi medan yang penuh tantangan bagi perempuan.
Budaya patriarki sering kali menempatkan perempuan dalam posisi subordinat, mengakibatkan ketidaksetaraan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, akses terhadap sumber daya ekonomi, serta hak atas tubuh dan reproduksi.
Baca Juga: Pilkada 2024 dan Deklarasi Peran Strategis Perempuan dalam Demokrasi
Dalam banyak budaya, perempuan masih dibebani dengan norma yang mengharuskan mereka menjadi istri dan ibu yang mengutamakan keluarga di atas kepentingan pribadi.
Bahkan, dalam sistem hukum di beberapa negara, perempuan masih mengalami keterbatasan hak dalam hal perceraian, hak asuh anak, dan warisan.
Perlunya Transformasi dalam Sistem dan Budaya
Untuk mencapai keadilan gender yang sejati, diperlukan perubahan struktural dalam hukum, kebijakan, dan norma sosial.
Upaya untuk memasukkan isu perempuan dalam kerangka hak asasi manusia telah mengalami kemajuan, tetapi masih terdapat tantangan dalam menghapus diskriminasi yang terjadi dalam ranah privat.
Dalam banyak sistem hukum, hak-hak perempuan dalam keluarga masih tunduk pada norma agama dan budaya yang mempertahankan ketimpangan gender.
Selain itu, penting untuk terus mengadvokasi pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam menangani isu-isu perempuan.
Negara dan lembaga internasional harus memastikan bahwa hak-hak perempuan tidak hanya diakui secara formal, tetapi juga diterapkan dalam praktik sehari-hari.
Kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender harus ditanamkan sejak dini dalam pendidikan dan disosialisasikan melalui berbagai media agar dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan.
Keadilan bagi perempuan di ranah sosial, institusi kerja, dan rumah tangga masih jauh dari kata tercapai. Hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia.
Meskipun berbagai instrumen hukum telah memberikan perlindungan, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala.
Diperlukan komitmen kolektif dari negara, institusi, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang benar-benar adil bagi perempuan.
Dengan memastikan hak-hak perempuan diakui dan dihormati di semua aspek kehidupan, kita dapat membangun dunia yang lebih setara bagi semua.
Baca Juga: Menakar Kesetiaan Laki-Laki dalam Poligami, Bisakah Mewujudkan Keadilan?
(*)