Parapuan.co - Menjadi caregiver bagi anggota keluarga yang menderita Alzheimer atau demensia adalah pengalaman yang sulit dipahami sampai kita sendiri benar-benar mengalaminya. Meskipun kita mungkin tahu tugas-tugas dasar yang harus dilakukan, kenyataan sehari-hari dari merawat seseorang dengan kondisi ini sangatlah menantang. Beban fisik, mental, emosional, dan finansial yang harus ditanggung bisa sangat besar dan melelahkan.
Seorang rekan dari penulis mengalaminya. Ia perempuan bekerja yang sejak awal tahun 2025 ini menjadi caregiver bagi sang ibu yang menderita demensia. Demensia membuat sang ibu kerap berhalusinasi dan berbuat hal-hal di luar kebiasaan.
Rekan penulis nyaris putus asa setelah sekitar 50 hari merawat ibundanya yang menderita demensia. Ia bercerita, "Subuh aku sudah membersihkan kotoran ibuk, lalu pulangnya mengepel lagi. Belum ketika ibuk mulai mengada-ada, bilang aku menyembunyikan seorang pria di dalam kamar."
Saat muncul tanda-tanda demensia, sang ibu menceritakan ke sekitar bahwa rekan penulis tersebut menyembunyikan laki-laki di kamarnya. Kekasihnya, konon.
Padahal tidak ada siapa-siapa. Orang-orang yang mendengar cerita datang untuk membuktikan, dan hasilnya nihil. Sosok fiktif itu adalah delusi sang ibu.
Ini melelahkan, karena anak perempuan satu-satunya jadi pihak yang disalahkan untuk kesalahan yang dihasilkan dari kondisi demensianya. Wajar jika kewalahan.
Mendengar cerita sahabat, penulis menyimpulkan ada banyak tantangan yang tidak pernah diwanti-wantikan ketika tiba-tiba tanpa aba-aba seseorang menjadi caregiver lansia, terlebih dengan demensia.
Kawan Puan mungkin perlu mengetahui betapa sulitnya menjadi caregiver penderita demensia seperti PARAPUAN rangkum dari Very Well Mind di bawah ini sebagai gambaran!
Ada Berbagai Tantangan Emosional yang Dirasakan
Baca Juga: Tantangan Perempuan Menjadi Caregiver dan Merawat Pasangan yang Sakit
Setiap caregiver memiliki pengalaman yang unik, tetapi ada beberapa tantangan emosional yang umum dirasakan oleh banyak orang.
1. Kesedihan
Kesedihan ini terjadi karena seseorang menyadari bahwa kehilangan akan datang, meskipun masih dalam proses yang panjang. Terlebih pada penderita usia lanjut.
Alzheimer dan demensia sering kali berkembang perlahan, dengan setiap tahap penyakit membawa kehilangan baru. Tak hanya harus siap-siap kehilangan secara fisik (dalam arti jika penderita meninggal dunia) tapi juga siap kehilangan "sosok" yang tidak lagi jadi dirinya sendiri akibat halusinasi dan delusi yang mungkin dialami.
2. Perubahan Peran dan Identitas
Salah satu aspek tersulit dari caregiving adalah perubahan peran yang tiba-tiba dalam keluarga. Misalnya, seorang anak yang tiba-tiba harus menjadi pengasuh bagi orang tuanya dapat merasa kehilangan identitasnya sebagai anak.
Selain itu, perubahan ini juga dapat memperburuk dinamika keluarga, terutama jika hubungan dalam keluarga sudah tidak seimbang atau bermasalah sebelumnya.
3. Merasa Sendirian dan Tidak Dipahami
Banyak caregiver merasa kesulitan untuk mendapatkan empati dari orang-orang di sekitar mereka. Dari kasus rekan penulis, ia bisa dibilang kurang menerima dukungan dan empati dari kerabat dekat sang ibu yang notabene tinggal di dekat rumahnya.
Baca Juga: Perempuan Jadi Caregiver Pasangan yang Sakit, Ini Tips Mengatasi Stres dan Kelelahan
Dampak Fisik Seorang Caregiver Lansia dengan Demensia
1. Stres, Kelelahan, dan Gangguan Tidur
Menurut MedlinePlus, stres caregiver dikaitkan dengan sistem imun yang melemah, kenaikan berat badan berlebih, serta peningkatan risiko penyakit kronis seperti jantung, diabetes, dan kanker.
2. Mengabaikan Kesehatan Sendiri
Banyak caregiver yang kesulitan merawat diri sendiri karena kesibukan mengurus orang lain. Tak jarang, mereka baru sadar merawat diri sendiri setelah penderita meninggal dunia.
Dampaknya pada Kesehatan Mental
1. Perubahan Mood
Beban tanggung jawab yang terus-menerus dapat mempengaruhi suasana hati dan konsentrasi. Caregiver sering merasa kewalahan, frustrasi, dan bahkan marah, terutama jika mereka merasa sendirian dalam menjalankan tugas ini.
2. Tingkat Depresi dan Kecemasan yang Tinggi
"Salah satu realitas paling sulit dalam caregiving adalah rollercoaster emosional dari kesedihan, rasa bersalah, dan kebencian," kata konselor profesional Becky Reiter yang berpengalaman dalam terapi dan konsultasi caregiver. "Banyak caregiver mengalami kehilangan yang mendalam saat kondisi orang yang mereka cintai memburuk, atau merasa bersalah ketika mereka membutuhkan waktu untuk diri sendiri."
Jika Kawan Puan menjadi caregiver lansia dengan kondisi yang sama, jangan lupa untuk tetap waras dan ingat merawat diri sendiri juga penting. Kamu pasti bisa!
Baca Juga: Hadapi Banyak Tantangan, Mengapa Peran Caregiver Anak Pengidap Kanker Hanya Dibebankan pada Ibu?
(*)