Menurut penulis, ketika kehilangan pekerjaan, sumber penghasilan utama otomatis terhenti. Bagi perempuan yang memiliki tanggungan keluarga, situasi ini bisa menjadi beban tersendiri.
Tidak sedikit perempuan harus menghidupi anak-anaknya sendiri atau menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga. Pengeluaran sehari-hari tetap berjalan, mulai dari kebutuhan rumah tangga, biaya sekolah anak, hingga berbagai macam cicilan.
Tanpa tabungan atau sumber pendapatan, tekanan finansial bisa menjadi faktor utama yang membuat perempuan korban PHK merasa terpuruk. Dalam banyak kasus, mereka harus segera mencari pekerjaan baru atau beralih ke pekerjaan serabutan yang mungkin tidak sesuai dengan bidang keahlian mereka sebelumnya.
Bukan hanya soal tekanan finansial, PHK juga membuat perempuan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Apalagi kalau mereka memiliki keterbatasan, baik secara fisik seperti disabilitas maupun kemampuan untuk mencari lapangan kerja baru.
Misalnya, mereka yang sudah berusia di atas 40 tahun sering kali menghadapi diskriminasi usia saat melamar pekerjaan baru. Selain itu, bagi perempuan yang memiliki anak kecil, perusahaan sering mempertimbangkan tingkat fleksibilitas mereka dalam bekerja, yang bisa menjadi hambatan dalam proses rekrutmen.
Dampak Psikologi yang Juga Perlu Diperhatikan
PHK tidak hanya berdampak pada kondisi finansial tetapi juga kesehatan mental. Banyak perempuan yang merasa kehilangan arah setelah dikeluarkan dari perusahaan, terutama jika mereka telah bekerja dalam waktu yang lama. Hilangnya rutinitas, tekanan dari lingkungan, serta ketidakpastian masa depan dapat memicu stres, kecemasan, hingga depresi.
Selain itu, ada perasaan tidak berharga atau ragu terhadap kemampuan diri sendiri. Banyak perempuan yang mulai mempertanyakan apakah mereka masih memiliki keahlian yang relevan di dunia kerja atau apakah mereka masih memiliki peluang untuk berkembang. Akibatnya, rasa percaya diri menurun dan semakin sulit untuk bangkit kembali.
Baca Juga: Menyoal Isu PHK Massal Imbas Efisiensi Anggaran Negara, DPR Kritik Keras