Apakah Keinginan Anak Harus Selalu Dituruti atau Tidak? Simak Penjelasan Ahli

Arintha Widya - Sabtu, 22 Maret 2025
Apakah kemauan anak harus selalu dituruti atau tidak?
Apakah kemauan anak harus selalu dituruti atau tidak? Bearinmind

Parapuan.co - Menentukan kapan harus mengatakan "ya" atau "tidak" kepada anak bisa menjadi tantangan bagi orang tua. Orang tua yang bijak tentu harus tahu kapan perlu menuruti kemauan anak dan kapan tidak, bukan?

Sebagai orang tua, kamu harus menemukan keseimbangan antara terlalu sering menuruti keinginan anak dan menjadi terlalu ketat atau kaku dalam aturan. Hal ini menjadi perhatian banyak orang setelah Dr. Nika Douvikas, seorang dokter anak di New Jersey, membahasnya dalam sebuah video TikTok.

Di dalam video tersebut, Dr. Douvikas menyarankan untuk "menuruti keinginan anak secara langsung". Meskipun terdengar kontroversial, ia menjelaskan bahwa ada alasan di balik pendekatan ini.

Ia menggambarkan skenario di mana orang tua sedang mengalami hari yang buruk dan merasa kelelahan. Kemudian, anak meminta sesuatu yang sebenarnya bukan masalah besar, tetapi tetap terasa mengganggu. "Cukup katakan 'ya' segera," ujarnya.

Menurutnya, jika orang tua mengatakan "tidak", anak kemungkinan besar akan menangis atau mengamuk. Dalam kondisi mental yang lelah, orang tua sering kali akhirnya menyerah dan mengubah keputusan mereka menjadi "ya".

Hal ini, menurut Dr. Douvikas, mengajarkan anak bahwa, "Jika aku cukup mengeluh, menangis, atau berteriak, aku akan mendapatkan apa yang kuinginkan."

Namun, ia menegaskan bahwa ada pengecualian untuk hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan dan nilai-nilai yang dianut keluarga. "Tidak apa-apa memberikan waktu layar tambahan 30 menit atau sepotong cokelat ekstra jika itu berarti menjaga kesehatan mental Anda hari itu," katanya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa ketika orang tua memutuskan untuk mengatakan "tidak," mereka harus berpegang teguh pada keputusan tersebut, tidak peduli seberapa sulitnya.

Pendapat Para Ahli Lainnya

Baca Juga: 4 Tempat Terlarang untuk Screen Time bagi Anak dan Alasannya Menurut Ahli

Namun, apakah strategi yang disampaikan Dr. Nika Douvikas di atas benar-benar yang terbaik? Simak penjelasan dari para ahli sebagaimana melansir Parents di bawah ini!

Dr. Kimberly Bennett, seorang psikolog anak dan remaja dari Belfast, Irlandia Utara, mengatakan, "Tidak masalah, bahkan bisa bermanfaat bagi Anda dan anak untuk menemukan cara mudah mengatakan 'ya', terutama di hari-hari yang sulit."

Sementara itu, Dr. Phil Boucher, seorang dokter anak bersertifikat di Lincoln, Nebraska, menekankan bahwa ada cara lain bagi orang tua untuk menjaga energi mereka tanpa harus menuruti setiap keinginan anak.

"Anda bisa membuat hari Anda lebih mudah tanpa harus memenuhi semua permintaan anak," katanya. Ia menyarankan untuk membuat rencana terlebih dahulu, seperti menyalakan acara favorit anak saat memasak atau melewatkan mandi jika benar-benar diperlukan.

Cara Cerdas Mengatakan "Ya" pada Anak

Meskipun ada saat-saat di mana menuruti keinginan anak adalah keputusan terbaik, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk tetap menjaga keseimbangan.

1. Berikan Ruang untuk Negosiasi

Dr. Bennett menekankan bahwa negosiasi adalah keterampilan penting bagi anak. "Ketika anak mendapatkan jawaban 'tidak' tetapi bisa memberikan alasan yang masuk akal, mereka sedang belajar memecahkan masalah, memahami perspektif orang lain, dan mengatur emosi mereka," jelasnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa ada perbedaan antara anak yang benar-benar bernegosiasi dan sekadar merengek. Kuncinya terletak pada bagaimana orang tua merespons.

Baca Juga: 9 Ide Aktivitas Seru dan Bermanfaat untuk Anak Selama Libur Lebaran

"Alih-alih langsung menyerah atau tetap teguh pada keputusan 'tidak,' kita bisa mengajak anak untuk menjelaskan alasannya. Pendekatan ini mengajarkan anak bahwa komunikasi yang efektif—bukan sekadar mengulang permintaan—dapat menghasilkan hasil yang lebih baik."

2. Jelaskan Alasan Perubahan Keputusan

Ada kalanya orang tua mengubah keputusan mereka, bukan karena tekanan anak, tetapi karena mereka menyadari bahwa keputusan awal tidak seburuk yang dipikirkan.

Dr. Rebekah Diamond, seorang dokter anak dan profesor di Columbia University, mengatakan bahwa ketika mengubah keputusan dari "tidak" menjadi "ya," penting untuk menjelaskan alasannya.

"Saat sebuah 'tidak' berubah menjadi 'ya,' sebaiknya jelaskan alasannya, agar anak tidak menganggap bahwa mereka menang atau bahwa merengek adalah cara yang efektif untuk mendapatkan keinginannya," kata Dr. Diamond. Dengan begitu, anak akan memahami bahwa perubahan keputusan didasarkan pada logika, bukan manipulasi.

3. Hindari Membiasakan Kebiasaan Menyerah

Dr. Douvikas menegaskan bahwa strategi "mengatakan 'ya' segera" hanya boleh dilakukan sesekali. Dr. Boucher juga mengingatkan bahwa kebiasaan terlalu sering menuruti keinginan anak bisa menanamkan pola pikir bahwa semua keinginan mereka harus selalu dipenuhi.

 "Meskipun terlihat sebagai cara mudah untuk menghindari konflik, ini bukan strategi jangka panjang yang berkelanjutan," ujar Dr. Boucher.

Ia menambahkan bahwa batasan bukanlah tentang menjadi kaku atau merusak kesenangan anak, tetapi tentang mengajarkan regulasi diri, tanggung jawab, dan ketahanan.

Baca Juga: Cara Mengajarkan Anak Berwirausaha di Momen Libur Panjang Lebaran 2025

4. Menemukan Keseimbangan

Dr. Diamond mengakui bahwa semua orang tua pasti mengalami hari-hari sulit. "Penting untuk memilih pertarungan mana yang perlu dihadapi dan kapan perlu mengalah demi kebaikan bersama," ujarnya.

Namun, Dr. Boucher menegaskan bahwa struktur tetap penting dalam pengasuhan anak.

"Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan tanpa batasan yang konsisten cenderung memiliki kesulitan dalam mengatur diri, mengelola frustrasi, dan mengendalikan emosi mereka," katanya.

Ia mengingatkan bahwa keseimbangan dalam mengatakan "ya" dan "tidak" adalah kuncinya.

"Terlalu kaku, Anda berisiko menciptakan ketakutan dan kebencian. Terlalu lunak, anak tidak akan memiliki struktur yang mereka butuhkan untuk merasa aman dan percaya diri," kata Dr. Boucher.

"Tujuannya bukan untuk selalu mengatakan 'ya' atau 'tidak,' tetapi untuk memberikan keputusan yang masuk akal dengan kasih sayang dan kepercayaan diri."

Dengan memahami kapan harus mengatakan "ya" dan kapan harus tetap pada keputusan "tidak," orang tua dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi anak mereka—baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Nah, sekarang Kawan Puan juga sudah tahu kan kapan harus menuruti keinginan anak dan kapan tidak? Semoga bermanfaat!

Baca Juga: Bagaimana Cara Mengajarkan Mengelola Uang pada Anak? Ini Tipsnya

(*)

Sumber: Parents
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Indonesia Disebut Alami Local Brand Winter, Apa Solusinya bagi Pelaku Usaha Lokal?