Parapuan.co - Sejak kecil, kita sering mendengar bahwa susu merupakan bagian penting dari pola makan sehat. Susu sapi dikenal sebagai sumber kalsium, vitamin D, dan protein yang baik. Namun, seiring waktu, semakin banyak orang yang mulai meninggalkan susu hewani (dairy) dan beralih ke alternatif nabati (non-dairy) karena alasan kesehatan, etika, atau lingkungan.
Lantas, mana yang sebenarnya lebih baik untuk dikonsumsi—susu dairy atau non-dairy? Mari kita telaah perbedaannya berdasarkan pandangan para ahli gizi sebagaimana dirangkum PARAPUAN dari Forbes!
Kelebihan dan Kekurangan Susu Dairy
Susu sapi dan produk turunannya (seperti yogurt dan keju) memiliki profil nutrisi yang kuat. Menurut Vandana Sheth, ahli gizi dan juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics: "Susu sapi adalah sumber protein yang sangat baik. Susu juga menyediakan campuran nutrisi penting lainnya seperti kalsium, magnesium, kalium, riboflavin, folat, vitamin B12, dan diperkaya dengan vitamin D."
Lebih dari itu, sebuah studi yang dimuat dalam The Lancet menyatakan bahwa orang yang mengonsumsi setidaknya dua porsi produk susu per hari memiliki risiko penyakit jantung dan stroke yang jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsinya sama sekali.
Namun, konsumsi produk susu tinggi lemak secara berlebihan dapat menyebabkan peradangan. Protein dalam susu seperti whey dan kasein juga dapat memicu masalah kulit seperti jerawat atau rosacea bagi sebagian orang.
Alternatif Non-Dairy: Solusi bagi yang Sensitif
Bagi mereka yang tidak bisa atau memilih untuk tidak mengonsumsi susu hewani, susu alternatif bisa menjadi solusi yang layak. Menurut Sheth, "Susu alternatif yang paling mirip dengan susu sapi dalam hal kandungan gizinya adalah susu kedelai."
Selain itu, susu almond, kacang polong, dan oat juga menjadi pilihan populer. Susu almond, misalnya, kaya akan vitamin E, zat besi, kalsium, kalium, dan mengandung nol lemak jenuh. Sedangkan susu kacang polong mengandung protein hingga 10 gram per cangkir—lebih tinggi dibandingkan susu sapi dan kedelai.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Susu Ikan yang Viral di Medsos, Bisakah Gantikan Susu Sapi?
Namun, Sheth mengingatkan bahwa "susu nabati tidak cocok untuk bayi". Jika tidak direncanakan dengan baik, pola makan bebas dairy juga bisa membuatmu kekurangan vitamin D, kalsium, dan protein penting lainnya.
Cynthia Sass, ahli gizi olahraga dari New York, menambahkan, "Hanya karena sebuah produk berlabel 'non-dairy' bukan berarti lebih sehat. Perhatikan juga bahan tambahan seperti pengental dan minyak nabati yang bisa menimbulkan peradangan."
Ia menyarankan untuk menghindari produk dengan kandungan carrageenan, karena "bahan ini mungkin terkait dengan inflamasi".
Tips Memilih Susu Terbaik Sesuai Kebutuhan
Tidak ada pilihan tunggal yang cocok untuk semua orang. Yang paling penting adalah mendengarkan sinyal tubuhmu. "Jika produk susu membuatmu merasa kembung, sakit kepala, lelah, atau bermasalah dengan kulit, sebaiknya segera berhenti mengonsumsinya," kata Sass.
Namun jika kamu tidak mengalami gangguan apapun, tidak ada keharusan untuk meninggalkannya. Selain itu, penting juga untuk tidak mengonsumsi secara berlebihan. Baik susu dairy maupun non-dairy tetap harus dikonsumsi dalam jumlah sedang.
Bagaimana dengan Bayi dan Balita?
Sheth menjelaskan bahwa, "Sampai usia dua tahun, satu-satunya jenis susu yang sesuai untuk pertumbuhan anak adalah susu sapi (utuh) atau formula khusus bayi/balita."
Jika anak memiliki alergi terhadap susu sapi, tersedia formula hipoalergenik sebagai alternatif. Untuk anak di atas dua tahun, "Susu kedelai bisa menjadi pilihan karena mengandung 7 hingga 8 gram protein per cangkir," ujarnya.
Baca Juga: 5 Produk Non-Dairy Pengganti Susu Sapi untuk Anak 12 Bulan ke Atas
Fakta Lain Seputar Susu
1. Susu Mentah vs Susu Pasteurisasi: Sheth mengingatkan bahwa susu mentah bukan lebih bergizi dari susu pasteurisasi: "Susu mentah justru berisiko membawa bakteri seperti E.Coli dan salmonella."
2. Susu Organik vs Susu Konvensional: Meskipun susu organik bebas dari antibiotik dan pestisida, Vandana Sheth menyatakan bahwa, "baik susu organik maupun konvensional memiliki profil nutrisi yang sama dan sama-sama aman dikonsumsi."
Jika Kamu Memutuskan untuk Berhenti Konsumsi Susu
Sheth menyarankan untuk tidak langsung berhenti total. "Lebih baik memulai dengan perubahan kecil. Misalnya, mengganti susu sapi dengan susu kedelai, kacang polong atau almond secara bertahap."
Sementara itu, Cynthia Sass menambahkan beberapa tips lain seperti mengganti yogurt dengan versi non-dairy berbahan kacang, atau menggunakan alpukat sebagai pengganti keju. Untuk kebutuhan protein, kamu bisa mengandalkan makanan seperti quinoa, tahu, telur, ikan, atau daging tanpa lemak.
Jangan lupa juga memenuhi kebutuhan kalsium dari sayuran hijau, biji chia, biji wijen, dan rumput laut. Sementara untuk vitamin D, konsumsi jamur portobello yang terpapar sinar UV, ikan salmon liar, sarden, dan telur dari ayam yang dipelihara secara alami.
Kesimpulannya, baik susu dairy maupun non-dairy punya keunggulan dan tantangan masing-masing. Pilihan terbaik adalah yang paling sesuai dengan kebutuhan tubuh, kondisi kesehatan, dan gaya hidupmu.
Jika ragu, konsultasikan dengan ahli gizi agar bisa menentukan jenis susu yang paling cocok untukmu dan keluargamu.
Baca Juga: Rekomendasi Susu Penambah Nafsu Makan Anak Usia 2 sampai 13 Tahun
(*)