Hati-Hati Remaja Bisa Salah Mendiagnosis Diri ADHD dari Misinformasi di TikTok

Arintha Widya - Rabu, 9 April 2025
Misinformasi ADHD dari TikTok yang rentan dialami remaja.
Misinformasi ADHD dari TikTok yang rentan dialami remaja. Freepik

Parapuan.co - Media sosial seperti TikTok saat ini menjadi tempat yang banyak dimanfaatkan remaja untuk mencari informasi, termasuk tentang kesehatan mental seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Sayangnya, sebuah analisis terbaru menunjukkan bahwa dari 100 video TikTok paling banyak ditonton yang membahas ADHD, kurang dari separuhnya berisi informasi yang sesuai dengan pedoman klinis.

Fakta ini menimbulkan kekhawatiran bahwa remaja bisa salah mendiagnosis dirinya sendiri ADHD—atau justru mengabaikan gejala yang sebenarnya mereka alami karena tidak cocok dengan konten yang mereka lihat.

Meskipun TikTok telah membantu meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma seputar ADHD, banyak video yang ternyata memberikan gambaran yang keliru sebagaimana informasi yang dirangkum PARAPUAN dari Parents.

Dr. Charles Sweet, seorang psikiater bersertifikat dan penasihat medis di Linear Health, mengatakan bahwa banyak video viral yang mempromosikan diagnosis mandiri dan menampilkan gejala yang dianggap "relatable", padahal belum tentu merupakan indikator klinis dari ADHD.

"Diagnosis mandiri telah menjadi dilema berisiko yang marak di media sosial," ujar Charles Sweet. "Orang-orang bisa meyakinkan dirinya bahwa mereka punya ADHD atau kondisi lain tanpa pendapat dari tenaga ahli. Seorang anak bisa jadi sebenarnya mengalami kecemasan, trauma, atau sekadar sedang mengalami masa pubertas. Di sisi lain, anak-anak yang memang punya ADHD bisa jadi justru mengabaikan gejala mereka karena tidak sesuai dengan yang ditampilkan di TikTok."

Salah Kaprah ADHD di TikTok

Salah satu masalah utama dari video TikTok tentang ADHD adalah seringnya kondisi ini digambarkan sekadar sebagai bagian dari kepribadian unik, bukan sebagai gangguan neurodevelopmental yang serius. Padahal, ADHD memengaruhi kemampuan seseorang dalam perencanaan, fokus, dan pengendalian diri.

Dr. Daniel Huy, psikolog anak dari Hackensack University Medical Center, menyampaikan bahwa diagnosis psikiatri sangat kompleks dan memerlukan keahlian dalam membedakan gejala yang tumpang tindih antar kondisi.

"Diagnosis mandiri berdasarkan media sosial berisiko dalam banyak hal dan bisa menimbulkan over-pathology serta stigma terhadap kondisi yang sebenarnya mungkin tidak bermasalah," jelas Dr. Daniel Huy.

Baca Juga: Tak Perlu Malu, Ini Cara Mengatasi ADHD Dewasa Seperti Dialami Fuji yang Viral di TikTok

Ia mengibaratkan hal ini seperti membaca daftar gejala penyakit medis kompleks tanpa diperiksa langsung oleh dokter. "Kesimpulannya bisa menakutkan dan menimbulkan pikiran yang mengarah ke bencana," imbuh Huy.

Huy menambahkan, bisa jadi ada penyebab lain di balik perilaku atau emosi seseorang yang tampak seperti ADHD. Karena itu, penting untuk mendapatkan kejelasan dari profesional agar bisa menentukan cara mengelola, melakukan intervensi, atau pengobatan yang sesuai.

Dampak Buruk Video TikTok Terhadap Persepsi Anak

Amber Young, seorang terapis berlisensi dan pendiri Cope & Calm Counseling, menegaskan bahwa banyak video TikTok berpotensi mengecilkan makna ADHD yang sebenarnya. Ketika remaja melihat video yang menganggap perilaku sehari-hari seperti lupa bicara di tengah kalimat sebagai gejala ADHD, mereka bisa mulai berpikir, "Aku juga begitu, apa aku punya ADHD?"

"Video-video ini juga memutarbalikkan pemahaman mereka tentang diagnosis," jelas Amber Young. "Tes mandiri di internet tidak bisa menggantikan evaluasi profesional yang menilai kehidupan seseorang secara menyeluruh, bukan hanya dari klip 30 detik."

Ia menambahkan bahwa algoritma TikTok berkontribusi menciptakan ruang gema (echo chamber), yang terus-menerus memperkuat ciri-ciri ADHD dalam konten pengguna, bahkan jika sebenarnya mereka tidak memenuhi kriteria klinis.

Bahaya Salah Diagnosis

Ada dua risiko besar dari video semacam ini menurut Daniel Huy. Pertama, diagnosis terhadap kondisi lain seperti kecemasan, depresi, atau gangguan belajar bisa jadi tertunda karena tertutup oleh dugaan ADHD.

Kedua, seseorang yang mengira dirinya mengidap ADHD bisa saja mengonsumsi obat yang tidak perlu, meminta dispensasi akademik yang tidak sesuai, atau bahkan menghindari belajar strategi coping yang sebenarnya mereka butuhkan.

Baca Juga: 3 Strategi Hidup dengan Kondisi ADHD, Seperti Dialami Fuji Viral di TikTok

Tanda ADHD yang Sebenarnya

Menurut Dr. Daniel Huy, ADHD terbagi menjadi tiga jenis utama: inattentive, hyperactive, dan kombinasi. Pada anak dan remaja, beberapa tanda yang umum antara lain:

  • Sulit mempertahankan perhatian/konsentrasi.
  • Pola pikir yang kaku.
  • Kinerja akademik yang tidak konsisten.
  • Mudah terdistraksi.
  • Sulit mengikuti instruksi dan menyelesaikan tugas.
  • Tidak bisa duduk diam, banyak berbicara, dan sering menyela orang lain.

Faktor genetik juga diperhitungkan, karena ADHD cenderung diturunkan dalam keluarga. Profesional akan mengevaluasi riwayat perkembangan anak, fungsi eksekutif, prestasi sekolah, fungsi sosial, regulasi emosi, dan kemampuan mengendalikan diri secara keseluruhan.

Kondisi Lain yang Sering Disangka ADHD

Dr. Jessica McCarthy, seorang psikolog klinis, mengatakan bahwa banyak kondisi yang bisa disalahartikan sebagai ADHD, terutama yang berkaitan dengan fungsi lobus frontal otak. Beberapa di antaranya adalah:

  • Gangguan kecemasan
  • Depresi
  • PTSD
  • Gangguan kepribadian
  • Bipolar
  • Autisme

"Jika seseorang tidak bekerja dengan profesional yang memahami perbedaan halus antar gangguan ini, maka diagnosis bisa salah," katanya. McCarthy juga mengaku frustrasi saat mendengar komentar seperti, "Sekarang semua orang merasa punya ADHD" atau "Semua orang sedikit banyak punya ADHD".

"Itu tidak menghormati dan mengecilkan perjuangan nyata yang dialami oleh individu dengan ADHD setiap harinya," terangnya lagi. "ADHD adalah diagnosis yang berdampak pada prestasi akademik dan pekerjaan, kesehatan emosional dan fisik, hingga hubungan sosial seseorang."

Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Merasa Punya ADHD?

Jika remaja mengungkapkan bahwa mereka merasa punya ADHD, Young menyarankan orang tua untuk mendengarkan tanpa menghakimi. "Mereka mungkin sedang mengalami kesulitan nyata—terlepas dari apakah itu karena ADHD atau bukan. Respons yang meremehkan bisa membuat mereka merasa tidak didengar," ungkapnya.

Lanjutkan dengan bertanya, misalnya:

  • Apa yang membuat kamu merasa punya ADHD?
  • Bagaimana tantangan ini memengaruhi kehidupan harianmu?
  • Apakah masalah ini sudah terjadi dalam waktu yang lama?

Setelah itu, sebaiknya lakukan evaluasi dengan psikolog, psikiater, atau dokter anak yang berpengalaman dalam menangani ADHD. Profesional dapat menilai gejala anak, menyingkirkan kemungkinan gangguan lain, dan memastikan apakah diagnosis ADHD tepat.

Baca Juga: Jessie J Didiagnosis ADHD, Begini Cara Mendukung Perempuan dengan Masalah Kesehatan Mental

(*)

“Sementara menunggu evaluasi, fokuslah pada dukungan praktis—seperti memperbaiki keterampilan organisasi, kebiasaan belajar, atau menangani masalah emosional,” kata Young. “Entah ADHD atau bukan, membantu remaja memahami tantangan mereka dan membangun strategi yang efektif akan sangat bermanfaat dalam jangka panjang.”

Sumber: Parents
Penulis:
Editor: Arintha Widya