3 Perempuan Pejuang Hak Tanah yang Layak Dijuluki sebagai Kartini Kini

Arintha Widya - Senin, 21 April 2025
3 Perempuan yang tak gentar perjuangkan hak tanah mereka.
3 Perempuan yang tak gentar perjuangkan hak tanah mereka. Kolase Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

Baca Juga: Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi Siap Lanjutkan Perjuangan Hak Perempuan dan Anak

Namun, surat tersebut diabaikan oleh mereka. Sepasi juga sempat mengadakan pertemuan di Jakarta, tapi hasil yang dimusyawarahkan di sana tidak dilaksanakan. Ditambah lagi, ketika keluar peraturan menteri pada 2024 yang menyatakan bahwa tidak ada peruntukan perkebunan di wilayah Pemantangsiantar. 

"Kami sungguh berharap kehidupan kami tidak diganggu, kami tidak diusir dari tanah yang sudah kami tempati lebih dari 20 tahun. Jangan miskinkan kami. Dengan hidup selama 21 tahun di sini, kami sudah berhak memohon kepada negara untuk mengakui kami menempati tanah ini," kata Tiomerli, yang siap untuk terus berjuang.

2. Wati - Berjuang untuk hak tanah tanpa kenal lelah

Wati pejuang hak tanah.
Wati pejuang hak tanah. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

Bagi masyarakat Banjaranyar, Ciamis, Jawa Barat, bertani adalah kehidupan. Bisa dibilang, mayoritas warga di sana bertani sebagai mata pencaharian. Bahkan, warga desa yang punya usaha toko pun bertani. "Kami bertani untuk makan sehari-hari dan menambah penghasilan. Misalnya, sebagian singkong dimakan, sebagian dijual. Hasilnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga," papar Wati.

Apakah itu berarti bertani saja bisa membantu menyejahterakan ekonomi keluarga? "Betul. Kalau tidak ada tempat pertanian, kami mau makan apa? Bagaimana kami mau membangun rumah? Semua bisa dilakukan dari hasil pertanian," jelasnya.

Sayangnya, belum semua warga Banjaranyar mendapatkan hak tanah yang digarapnya. Sebagian sudah mendapatkan sertifikat, sebagian lagi masih terus berjuang. "Sudah 24 tahun kami berjuang. Prosesnya memang sangat lama. Memperjuangkan hak tanah tidak bisa sebentar. Tidak seperti main hompimpa, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dan, perjuangan itu tidak pernah berhenti. Jika berhenti, tanah akan disergap oleh 'musuh'," ucap Wati berapi-api.

Dalam perjalanannya berjuang atas hak tanah, Wati didampingi oleh manusia-manusia cerdas, yang umumnya adalah mahasiswa. Aktif di berbagai organisasi membuat Wati belajar banyak hal tentang hak perempuan atas tanah. Kehadiran KPA sebagai pendamping yang terus melakukan edukasi juga menambah ilmunya.

Ia menegaskan, perjuangan tersebut membutuhkan keberanian besar. Rumah Wati pernah didatangi aparat yang mencari-cari suaminya, yang memang seorang aktivis tentang hak tanah. Wati tidak gentar. Dengan suara lantang ia menantang balik para aparat tersebut. "Sejujurnya saya lebih takut, kalau mereka menemukan suami saya. Dia bisa dipenjara dengan tuduhan penjarahan tanah," terangnya.

Penulis:
Editor: Arintha Widya