Negara Melakukan Pelanggaran HAM terhadap Perempuan
Sementara, menyangkut negara yang menurut Asfinawati melakukan pelanggaran HAM terhadap perempuan dapat dilihat dari insiden Omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, negara sudah menjadi pelaku yang melanggar (HAM), melakukan (pelanggaran HAM),” kata Asfinawati.
Diwartakan Kompas.com, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU melalui rapat paripurna pada Oktober 2020.
Asfinawati menilai bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja dapat mendiskriminasi perempuan dengan luar biasa.
Baca Juga: Rayakan Hari Perempuan Internasional dengan Quotes dari Tokoh Dunia Ini
Dirinya lantas menyorot soal klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang poin di dalamnya meliputi pesangon, upah minimum, dan seterusnya.
Dia mengibaratkan seorang buruh perempuan disuruh bekerja oleh perusahaannya selama delapan jam sehari dan harus mencapai sepuluh target kerja per hari.
“Jadi, kalau sudah selesai delapan jam bekerja tapi sepuluh target kerja per hari itu tidak terkejar, maka pekerjaannya dianggap tidak selesai,” contoh Asfinawati.
Hal tersebut, lanjut dia, dapat berdampak buruk terhadap kesehatan buruh perempuan yang sedang hamil atau menstruasi.
“Dalam kasus ekstrem, ini (Omnibus Law UU Cipta Kerja) bisa jadi pintu masuk perbudakan modern,” kata Asfinawati.