Parapuan.co - Peran menjadi ibu baru memang tidaklah mudah, terutama saat memberikan ASI (Air Susu Ibu).
ASI tak hanya penting untuk tumbuh kembang bayi, tetapi dengan memberikan ASI rutin, kita juga jadi punya ikatan emosional dengan anak.
Oleh sebab itu, banyak ibu merasa berat bahkan sampai depresi saat masa-masa berhenti menyusui yang sudah dilakukan dalam jangka waktu tertentu maksimal hingga anak berusia 2 tahun.
Baca Juga: Manfaat Bunga Telang untuk Kesehatan, Salah Satunya Pereda Stres
Hal inilah yang dialami oleh selebgram Dwi Handayani yang baru saja menceritakan pengalamannya berhenti menyusui buah hati pertamanya, Freya Kayonna Humaira.
Dalam akun Instagram @dwihandaanda, dia menuliskan betapa beratnya dia melepaskan si buah hati untuk menyusu susu sapi.
"Selamat lulus ASI 2 tahun 1 bulan ya anakku sayang. MasyaAllah, melaluinya begitu banyak suka dan duka. Tapi lebih banyak sukanya. Malah mama yang skrg suka diem2 nangis kangen nyusuin Freya," tulisnya.
Lihat postingan ini di Instagram
Perubahan suasana hati saat berhenti menyusui seperti Dwi bisa dialami oleh banyak ibu lainnya.
Biasanya ibu yang berhenti menyusui akan mengalami perubahan suasana hati hingga serangan depresi.
Kondisi ini disebut Post-weaning Depression atau depresi berhenti menyusui.
Baca Juga: Hati-hati, Depresi pada Ibu Hamil Bisa Pengaruhi Kesehatan Janin
Depresi pasca berhenti menyusui bisa terjadi bersamaan dengan depresi paska persalinan.
Depresi pasca berhenti menyusui disebabkan oleh kombinasi faktor fisiologis, dinamika situasional, dan pemicu emosional.
Setiap ibu bisa mengalami depresi pasca berhenti menyusui yang berbeda, meskipun ada beberapa diantaranya yang tidak mengalaminya.
Melansir VerywellFamily, berikut penyebab spesifik depresi pasca berhenti menyusui yang PARAPUAN rangkum untuk Kawan Puan. Simak yuk!
Perubahan Hormon
Menyusui bayi melepaskan campuran hormon "perasaan senang" prolaktin dan oksitosin yang dapat meningkatkan suasana hati dan membawa perasaan damai dan tenang.
Prolaktin yang mendukung produksi ASI bisa menghasilkan perasaan rileks dan mendorong untuk tidur.
Baca Juga: Tips Menyapih Anak Tanpa Drama Buat Ibu Baru, Kuncinya Ada di Ikhlas
Sementara Oksitosin, hormon yang disebut “hormon cinta” membantu ibu terikat dengan bayi dan bisa meningkatkan suasana hati.
Setelah berhenti menyusui, kadar hormon ini turun secara signifikan.
Sebuah penelitian menemukan bahwa menyusui melindungi beberapa ibu dari depresi, jadi mengakhiri masa menyusui bisa menyebabkan suasana hati berubah hingga depresi.
Kembali Menstruasi
Setelah berhenti menyusui, ibu akan mengalami siklus menstruasi lagi. Di saat tubuh kita menyesuaikan, kita bisa menemukan siklus menstruasi tidak teratur dan gejala premenstrual syndrome (PMS) lebih intens dari biasanya.
Pergerseran hormon setelah menyusui kembali untuk menstruasi bisa menyebabkan perasaan lekas marah dan depresi.
Baca Juga: Awas Telat! 3 Makanan Ini Bisa Bikin Siklus Menstruasi Tidak Teratur
Identitas berubah
Mengakhiri masa menyusui merupakan perubahan penting dalam tahapan identitas kita sebagai seorang ibu.
Ketika menyusui, ibu berbagi tubuh dengan bayi secara signifikan. Mungkin ibu akan sesekali stres ketika sudah tidak lagi menyusui atau memompa air susu untuk bayi.
Hal itu menimbulkan perasaan tidak nyaman dan cemas tentang seperti apa peran sebagai ibu saat ini.
Munculnya rasa bersalah
Meskipun berhenti menyusui adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh seorang ibu. Wajar jika ibu memiliki emosi campur aduk ketika hal itu akhirnya terjadi.
Misalnya, kita bisa merasa bersalah dan menyesal atas bagaimana proses mengakhiri masa menyusui itu terjadi.
Gejala yang dialami oleh ibu pasca berhenti menyusui bisa berbeda, secara umum akan mengalami perasaan sedih atau tidak bahagia, atau bisa juga ditandai dengan periode mudah tersinggung dan cemas. (*)