Parapuan.co - Terkadang setiap kita menyaksikan berita mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kita melihat para terduga korupsi digelandang ke kantor KPK.
Terduga pelakunya seringkali laki-laki, meski sesekali ada juga perempuan maupun campuran keduanya.
Melihat hal ini, apalagi ketika ada perempuan yang diduga terlibat, mungkin kita jadi berpikir, "Kok perempuan korupsi, ya?"
Kalau Kawan Puan pernah berpikir demikian, jangan salah, perempuan juga bisa korupsi, lo.
Walau jumlahnya mungkin tak sebanyak laki-laki, tapi ada saja perempuan yang mau menerima suap atau gratifikasi untuk memperkaya diri.
Singkatnya, perempuan dan laki-laki sama-sama bisa korupsi.
Tak percaya?
Baca Juga: Ini Alasan Perempuan Harus Berani dan Tegas dalam Melawan Korupsi
Hal ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Lili Pintauli Siregar.
Dalam perbincangan tatap muka dengan PARAPUAN di gedung KPK, Jakarta, Senin (19/4/2021), dia mengungkapkan bahwa kedua gender sama-sama punya kecenderungan korupsi.
“Sama saja (baik perempuan maupun laki-laki), karena modusnya sama. (Seperti) Suap, pengadaan barang jasa, gratifikasi. Berputarnya di situ saja,” ucap Lili.
Menurutnya, perilaku koruptif tidak memandang gender sebab bisa dilakukan oleh siapa saja.
“Tanpa melihat dia (pelaku) perempuan atau laki-laki,” kata Lili, pendek.
Justru, lanjut dia, tindak pidana korupsi dapat terjadi ketika ada kesempatan untuk berbuat demikian.
Ini jadi mengingatkan kita akan omongan banyak orang selama ini yang mengatakan bahwa kejahatan terjadi karena ada kesempatan, ya.
Nah, bicara soal kesempatan korupsi, biasanya pejabat pemerintahan maupun pihak swasta melakukan korupsi ketika sedang berkesempatan menangani proyek negara bernilai besar.
Baca Juga: KPK Ungkap Bahwa Perempuan Punya Peran Penting untuk Mencegah Korupsi, Caranya?
Pasti masih segar, kan, di ingatan Kawan Puan tentang perkara korupsi bantuan sosial (bansos) untuk pandemi Covid-19 yang belakangan ramai dibicarakan?
Kasus korupsi ini melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Kompas.com mewartakan bahwa proyek bansos Covid-19 pada 2020 oleh Kementerian Sosial tersebut bernilai total sekitar Rp5,9 triliun.
Sekitar Rp20,8 miliar di antaranya diduga dikorupsikan oleh beberapa pihak, termasuk Juliari.
Memang, ya, proyek skala besar seperti ini menjadi kesempatan emas bagi para koruptor untuk terus menebalkan dompetnya.
Lili, yang dulu pernah menjadi Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 2008-2018, kembali menyinggung soal kesempatan untuk korupsi ini.
“Tergantung kesempatan. Siapa yang punya kesempatan dan tidak ada pengawasan, nah, saat itulah (korupsi akan terjadi),” terang Lili.
Walau begitu, perempuan kelahiran 1966 ini tidak menampik bahwa selama ini tersangka maupun terpidana kasus rasuah di Indonesia umumnya kaum Adam.
“Pelaku-pelaku (korupsi) yang menjadi tersangka (bahkan terpidana) korupsi (di Indonesia) adalah laki-laki yang terbanyak,” ujar Lili.
Namun, menurut dirinya, ini tak lepas dari komposisi pejabat publik di Indonesia sendiri.
Maksudnya, kursi pemerintahan baik di tingkat daerah maupun pusat memang lebih banyak diduduki oleh pejabat laki-laki dibandingkan perempuan.
Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia mayoritas laki-laki, Kawan Puan.
“Siapa kepala daerah terbanyak? Ya, laki-laki. Perempuan juga ada (yang menjadi) kepala daerah, tapi (jumlahnya lebih) sedikit,” kata Lili.
Jika tadi kita sedikit membahas soal Juliari yang jelas-jelas seorang lelaki, kini kita bahas soal korupsi yang melibatkan Angelina "Angie" Sondakh.
Melansir Kompas.com, Angie adalah mantan Putri Indonesia 2001 yang kemudian menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrat.
Setelah melenggang dari panggung kontes kecantikan menuju panggung politik nasional, Angie lalu menerima suap.
Angie terbukti menerima suap sebesar Rp2,5 miliar dan USD1,2 juta dalam pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kasus ini dikenal dengan sebutan kasus korupsi proyek pembangunan Wisma Atlet (2010-2011).
Baca Juga: Punya Tujuan Besar, KPK Beri Penyuluhan Antikorupsi pada 25 Napi Perempuan
Setelah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada 2015, vonis Angie menjadi pidana penjara sepuluh tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Keterlibatan Juliari dan Angie dalam pusaran korupsi, meski beda kasus, membuktikan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama punya kecenderungan korupsi.
Sebelum mengakhiri perbincangannya dengan PARAPUAN, Lili kembali menegaskan bahwa korupsi terjadi karena ada kesempatan.
"Ini soal kesempatan. Ini bukan soal mana (yang lebih banyak melakukan korupsi) laki-laki atau perempuan," tutup Lili.
Duh, jangan sampai kita atau kerabat maupun teman kita ikut terseret korupsi, ya.(*)