Tak lupa puisinya yang juga tak kalah kontroversial dan memberi banyak pengaruh pada kesusasteraan Indonesia, Aku.
Pada tahun 1945, Chairil Anwar meminta kepada Armyn Pane, redaksi Panji Pustaka agar memuat sajak-sajaknya.
Di antara sajak-sajak itu, ada puisi Aku yang ditolak Armyn Pane karena dianggap individualistis, terlalu berbau pemujaan pada diri sendiri.
Baca Juga: Jarang Diketahui, Berikut 5 Inovasi yang Mengedepankan Hak Perempuan
HB Jassin menjelaskan penolakan terkait situasi pada saat pendudukan Jepang yang peka terhadap kata-kata yang dapat dituduh mengandung unsur agitatif.
Puisi Aku dianggap dapat menggelorakan semangat masyarakat yang dapat membahayakan Jepang.
Oleh karena itu, Chairil mendatangi Nur Sutan Iskandar, redaksi majalah Timur.
Meski tidak menyetujui sikap Chairil Anwar, Nur Sutan Iskandar setuju memuat sajak Aku dalam majalah Timur tetapi mengubah judulnya menjadi Semangat.
Selama hidupnya, menikah dengan Hapsah Wiriaredja pada 1946 selama 2 tahun.
Hapsah menceraikan Chairil saat ia hamil anaknya dan Chairil, Evawani Allisa, yang lahir pada 6 Agustus 1946.
Setelah bercerai, Chairil tak produktif berkarya lagi ditambah kesehatan Chairil yang memburuk.
Chairil mengidap Tuberculosis (TBC) sehingga ia Ia bahkan harus dilarikan ke CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta.
Chairil meninggal pada 28 April 1949 di umur yang belum genap 27 tahun.