Pelopor Angkatan 45
Selama hidupnya, Chairil telah menghasilkan 94 tulisan pada periode 1942-1949.
Karya-karyanya termasuk 70 sajak asli, 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli serta 4 prosa terjemahan, sebagaimana yang disebutkan HB Jussin dalam buku Chairil Anwar Pelopor Angkatan '45 (1956) yang dilansir dari disdik.jabarprov.
Salah satu karyanya yang paling berpengaruh adalah puisinya yang berjudul Aku. Puisi ini melukiskan pribadi dan cita-citanya.
Baca Juga: Pandangan Kartini Soal Poligami yang Menjadi Polemik hingga Saat Ini
Puisi yang ditulis tahun 1943, dimuat di majalah Bintang Timur pada 1945 dan dianggap sebagai puisi yang besar pengaruhnya pada Angkatan 45.
Puisi Aku mencerminkan sifat individualistis, kritis dan juga dinamis dalam berpikir, yang mana sesuai dengan ciri-ciri sastra angkatan '45.
Sebagaimana dikutip Kompas.com, menurut guru besar Fakultas Sastra Unpad, J.S. Badudu, sifat individualisme Chairil tampak benar dalam puisinya itu, seolah-olah dirinyalah yang menjadi ukuran masyarakat dan dunia luar.
Pelopor Aliran Ekspresionisme
Selain itu, Chairil juga merupakan pelopor aliran ekspresionisme dalam kesusasteraan Indonesia.
Berdasarkan Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya (2009) karya Sri Sutjianingsih, pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah Jepang menaruh minat besar pada kesenian, termasuk kesenian Indonesia.
Pada saat itu, Jepang membuat Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso), yang merupakan bujukan halus agar Pusat Kesenian yang diprakasai oleh Soekarno dan beberapa seniman seperti Anjar Asmara dan Kamajaya luluh sehingga berada dibawah Jepang.
Pusat Kebudayaan berdiri pada 1 April 1943 tetapi baru diresmikan pada 29 April 1943 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Tennoo Heika.
Awalnya para seniman menerima maksud Jepang secara antusias.
Namun, Chairil menaruh curiga dengan maksud Jepang.