Mengenal Sejarah THR yang Banyak Ditunggu Pekerja Menjelang Lebaran

Anna Maria Anggita - Selasa, 4 Mei 2021
Ilustrasi THR cair
Ilustrasi THR cair Freepik

Parapuan - Bagi Kawan Puan yang merupakan PNS, pasti kalian senang sekali ya, beberapa hari yang lalu tunjangan hari raya (THR) sudah turun.

Sesuai namanya, setiap perusahaan di Indonesia wajib hukumnya membayarkan THR kepada para karyawannya, misalnya menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Baca Juga: Catat Ya! Ini Jadwal Libur Lebaran dan Cuti Bersama 2021

THR merupakan aturan ketenagakerjaan yang menjadi ciri khas di Indonesia.

Di mana THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan dalam bentuk uang yang disesuaikan dengan agama yang dianut pekerja. 

Untuk pegawai yang sudah bekerja setahun penuh atau lebih, maka besaran THR dibayarkan senilai satu kali gaji.

Sedangkan merela yang bekerja kurang dari satu tahun, umumnya THR dibayar dengan perhitungan secara proporsional.

Nah berbicara tentang THR, sebenarnya Kawan Puan, penasaran enggak sih asal mula THR itu?

Untuk menjawan rasa penasaranmu, PARAPUAN udah merangkum dari Kompas.com untuk Kawan Puan, yuk simak.

Sejarah THR

Sejarah THR bermula sejak Kabinet Soekiman Wirjosandjojo, yang pada saat itu Indonesia masih menganut sistem parlementer.

Bersumber dari Buku Wawasan Politik Seorang Patriot Soekiman Wirjosandjojo, usai dilantik menjadi Perdana Menteri Indonesia ke-6 oleh Presiden Soekarno pada 1951, ia langsung membuat beberapa program kesejahteraan para pamong praja.

Sebagai informasi, pamong praja merupakan sebutan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di era awal kemerdekaan.

Saat itu, Soekiman yang seorang nasionalis berhaluan Islam dari Partai Masyumi, meluncurkan program THR bagi para pamong praja.

Tujuannya agar para pamong praja beserta keluarganya memberikan dukungan para berbagai program yang diusung oleh pemerintah.

Selanjutnya pada 1954, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.

Baca Juga: Olympia Dukakis, Aktris Senior AS Peraih Piala Oscar, Meninggal Dunia

Sesuai dengan namanya, sebelum seperti sekarang ini, mulanya THR berbentuk persekot atau pinjaman di muka.

Di mana nantinya harus dikembalikan lewat pemotongan gaji. 

THR diberikan pemerintah kepada PNS sebesar Rp 125 hingga Rp 200 dan dicairkan setiap akhir bulan Ramadan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Tak hanya uang THR, kala itu PNS juga mendapat paket berupa sembako.

Dan hingga saat ini, kebiasaan pemberian THR dan paket banyak diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia jelang Lebaran.

Sesuai aturan pemerintah saat itu, THR hanya berlaku untuk PNS, bukan pekerja swasta.

Tentunya hal ini membuat adanya kesenjangan dan akhirnya ditentang keras oleh kaum buruh, terutama orang organisasi yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemrotes merasa kebijakan tersebut tak adil, sebba, mereka juga sama bekerja, baik di perusahaan swasta maupun perusahaan negara. 

Semakin berjalannya waktu, kamu buruh terus mendesak pemerintah dan puncaknya ketika mereka serentak mogok kerja agar menuntut THR turun.

Untuk mengakomodir buruh, pemerintah lewat Menteri Perburuhan S.M Abidin kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954.

Besaran THR untuk pekerja swasta adalah sebesar seperduabelas dari gaji yang diterima dalam rentan waktu satu tahun.

Jumlah sekurang-kurangnya adalah Rp 50 dan paling besar Rp 300.

Sayangnya karena THR ini bersifat imbauan, alhasil banyak perusahaan tak membayarkannya.

Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961 atau saat Menteri Perburuhan dijabat oleh Ahem Erningpraja.

Aturan mengenai besaran dan skema THR secara lugas baru diterbitkan pemerintah pada 1994 yakni lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan.

Semakin berjalannya waktu, kebijakan THR pun semakin diatur serapi mungkin, sehingga pada 2016 peraturan THR di revisi melalui Kementerian Ketengakerjaan.

Jadilah peraturan menteri ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang menyebut pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan berhak mendapatkan THR.

Baca Juga: Bakalan Ketat! Simak Ini 6 Poin Aturan Larangan Mudik Lebaran 2021

Di samping itu kewajiban pengusaha untuk memberikan THR, tak hanya diperuntukkan karyawan tetap, namun pegawai kontrak pun mendapat berhak yang sama.

Dalam aturan tersebut tertulis juga bahwa maksimal THR diberikan tujuh hari sebelum hari raya tiba.

Pada 2018 lalu, Presiden Joko Widodo turut mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 dan 19/2018 tentang THR dan gaji ke-13.

Mengacu pada peraturan itu, PNS, pensiunan PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat, anggota MPR, DPR, DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wali kota, bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR dan gaji ke-13.

Wah sungguh merupakan suatu perjalanan yang panjang dan patut disyukuri ya, Kawan Puan hingga akhirnya kita semua bisa merasakan THR. (*)



REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja