Parapuan.co - Pada umumnya, peran domestik dalam kehidupan rumah tangga banyak dilakukan oleh perempuan atau istri.
Hasil riset yang dilakukan PARAPUAN bertajuk Pembagian Peran Domestik antara Suami dan Istri pada 16-19 April lalu.
Riset tersebut menunjukkan dari 234 responden, 58,6 persen laki-laki menjadikan tugas domestik hanya sebagai tugas sampingan, dan 3,2 persen laki-laki tidak mengerjakannya.
Sebaliknya, 17,7 persen perempuan menjadikan tugas domestik sebagai tugas utama mereka.
Baca Juga: Butuh Kerja Sama Ekstra, Ini Trik Membagi Peran Domestik Suami dan Istri Selama Pandemi
Lebih lanjut lagi dari hasil tersebut menunjukkan 42,3 persen responden mengatakan pihak yang paling banyak melakukan pekerjaan domestik adalah istri.
Peran domestik berkaitan dengan konsep feminitas dan maskulinitas yang terbentuk dalam masyarakat.
Bagaimana perbedaan feminitas dan maskulinitas?
Ida Ruwaida, Dosen Sosiologi dan Peneliti Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia menyampaikan, pada prinsipnya isu gender berlatar adanya konstruksi sosial budaya tentang laki-laki (maskulinitas) dan perempuan (feminitas).
Baca Juga: Apa Jadinya Jika Semua Tugas Domestik Dibebankan kepada Istri? Ini Kata Psikolog
“Laki-laki dan perempuan bukan hanya dilihat berdasar aspek biologis (maleness dan femaleness), namun juga dikaitkan dengan aspek non-biologisnya,” jelas Ida pada PARAPUAN, Selasa (11/5/2021).
"Konstruksi feminitas dan maskulinitas ini disosialisasikan, diajarkan, bahkan menjadi semacam tuntutan masyarakat atas karakter, sifat, peran, bahkan relasi dari masing-masing jenis kelamin," ungkapnya.
Menurutnya, hal ini berkaitan dengan misalnya perempuan identik dengan ciri-ciri lembut, penuh perhatian, rapi, asertif, melayani, esmosional, cantik, patuh, dan lainnya.
Sedangkan laki-laki identik dengan ciri-ciri kasar, jantan, rasional, pelindung, macho, gagah, pemimpin, dan lainnya.
Ia juga menyampaikan, gagasan tentang maskulinitas dan feminitas ini dimasyarakatkan melalui keluarga, media massa dan sosial, sekolah, agama, serta kebijakan.
Misal kebijakan di perusahaan tentang pekerjaan yang dianggap cocok untuk laki, tidak cocok untuk perempuan, atau sebaliknya.
Baca Juga: Ingin Suami Juga Ikut Melakukan Tugas Domestik? Ini Saran Psikolog
"Dalam dunia fashion pun, dikenal laki-laki metro-seksual yang pada dasarnya dilekatkan pada laki-laki yang cenderung mengedepankan penampilan, perawatan tubuh, dan lain-lain yang dianggap identik dengan kebiasaan perempuan," papar Ida.
Ia mengatakan, "Konstruksi maskulinitas dan femininitas ini juga melatari gagasan tentang seksualitas, misalnya perempuan tidak boleh agresif, laki-laki agresif dianggap wajar, bahkan menjadi pembenaran atas poligami."
Secara sosiologis, peran merupakan ekspektasi sosial atau masyarakat.
"Masyarakat yang mengonstruksinya dan mendefinisikannya," jelas Ida.
Peran laki-laki dan perempuan bisa berbeda antara wilayah, budaya, dan tergantung lingkungan.
"Pembagian peran, misalnya laki laki mencari nafkah (kepala keluarga) dan perempuan mengurus rumah (kepala rumah tangga), lebih dianggap kodrat, padahal peran-peran tersebut bukan bersifat 'alamiah', bukan bawaan lahir," jelasnya.
Baca Juga: Selain Ringankan Tugas Istri, Bagi Peran Domestik Saat Pandemi Juga Punya Manfaat Lain
Ida menambahkan, adanya pandemi ini setidaknya mengondisikan masyarakat sadar bahwa 'rumah' merupakan wadah (sistem) yang butuh konstribusi dari semua pihak, dan perlu adanya kesepakatan bersama dalam mengelolanya.
Hal itu demi kepentingan bersama dan memberi 'kedamaian' pada semua anggota keluarga tanpa terkecuali.
(*)