Ungkap Kasus Kekerasan, Aktivis Perempuan Muda di Jombang Dianiaya 6 Pria

Aulia Firafiroh - Kamis, 13 Mei 2021
aktivis perempuan jombang
aktivis perempuan jombang funky-data

Parapuan.co - Kasus penganiayaan menimpa seorang aktivis perempuan pembela HAM muda berinisial MA (23) terjadi pada Minggu (9/5/2021).

Informasi mengenai penganiayaan terhadap aktivis perempuan di Jombang tersebut beredar di group WhatsApp.

Dalam informasi yang beredar di grup WA bertuliskan:

Darurat!! Segerombolan orang melakukan penganiayaan terhadap perempuan pembela Ham di Jombang dan mengintimidasi keluarga.

Baca juga: Apa Itu Sexual Grooming yang Disebut Kekerasan Seksual dengan Pendekatan Manipulatif?

Direktur Women's Crisis Center (WCC) Jombang, Ana Abdillah (26) membenarkan pesan darurat yang telah beredar luas di grup WhatsApp tersebut.

Korban MA (23) diketahui dianaya oleh gerombolan pria saat menghadiri Khataman Qur'an di kampungnya, Desa Pandanblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Pelaku bahkan secara kejam melakukan penganiayaan dengan membenturkan kepala korban ke tembok.

Selain itu, pelaku juga merampas handphone merek Vivo yang berisi data pribadi milik korban.

Baca juga: Hore! Kemendikbud Rancang Peraturan untuk Korban Kekerasan Seksual di Kampus

Ana yang mewakili korban menyampaikan beberapa hal terkait kronologi penganiayaan kekerasan fisik hingga mengakibatkan korban trauma.

"Saya mewakili korban karena saat ini kondisinya masih trauma apalagi dia dalam perlindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) sehingga saya menyampaikan pada kawan-kawan media dia tidak bisa di wawancara," ungkap Ana saat ditemui di Kantor WCC, Jl Pattimura, Jabon, Kabupaten Jombang.

Ana menceritakan kronologi sesuai pengakuan korban yang pada saat itu korban diundang menghadiri Khataman Qur'an di Desa Pandanblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, pada Minggu (9/5/2021).

Kemudian, ada enam orang laki-laki turun dari mobil.

Baca juga: Kekerasan Seksual Tak Pandang Gender, Pria Remaja di Probolinggo Jadi Korban Pemerkosaan

Seorang pelaku tiba-tiba menghampiri korban dan membenturkan kepalanya ke tembok.

"Ada satu orang lagi mengambil Handphone Vivo milik korban, dirampas (Pelaku, Red) gak ngomong apa-apa. Korban sempat diancam kamu tidak akan selamat," ujarnya.

Menurut Ana, upaya intimidasi terhadap korban dan keluarganya berupa ancaman serta mencari keberadaannya itu sudah lama terjadi sejak kasus seksual yang melibatkan tersangka putera dari kyai pemilik pondok di Ploso.

"Dia itu pastinya ketakutan tidak berani pulang ke rumah sehingga dia sekarang posisinya diamankan di salah satu tempat yang juga rekomendasi dari LPSK," tambahnya.

Baca juga: Miris, Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak Bisa Terjadi di Lokasi Pengungsian

Kasus penganiayaan ini telah resmi dilaporkan dengan terbitnya Surat Tanda Bukti Laporan Nomor TBL-B/15/III/RES.1.6./2021/RESKRIM/Jombang/SPKT/Polsek Ploso pada 9 Mei 2021.

Korban kemudian melakukan visum untuk melengkapi berkas laporan.

Setelah itu ancaman tidak berhenti, korban kembali didatangi oleh segerombolan orang yang melakukan upaya intimidasi terhadap keluarga korban.

Sekelompok orang itu datang dengan motif dan tujuannya tidak jelas.

Baca juga: Catat! Ini 15 Jenis Kekerasan Seksual yang Sering Dialami Perempuan

"Jadi sebenarnya ini, juga bisa dibilang karena asumsi dari kawan-kawan kami menduga berkaitan kasus dampak dari proses hukum M.Subchi yang tidak segera naik prosesnya," ucap Ana.

Kasus kekerasan seksual yang menyeret nama salah satu putera kyai di Jombang, Pondok Ploso dan korbannya adalah santriwati.

Diketahui ada lima korban yang sudah berani melaporkan, sejak 29 Oktober 2019 di Polres Jombang dan diambil alih oleh Polda Jatim pada awal tahun 2020.

Korban penganiayaan MA (23) merupakan mantan santriwati yang dikeluarkan dari Pondok Ploso setelah mengungkapkan kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Baca juga: Kekerasan Seksual Pada Perempuan Makin Miris, Budaya Pemerkosaan Disebut Merajalela di Inggris

Apalagi, korban MA merupakan salah satu saksi kunci dari kasus tersebut.

Dengan adanya kejadian penganiayaan ini, pihak WCC mendesak agar penegak hukum dan Pemerintah Daerah turun tangan merespon untuk memberikan perlindungan terhadap korban penganiayaan.

Korban merupakan perempuan yang berani menyuarakan kasus kekerasan seksual di dalam Pondok Pesantren di Jombang agar segera diusut hingga tuntas sehingga dia layak mendapatkan perlindungan.

"Kami sudah (berkoordinasi) dengan dinas terkait bagaimana korban ini aman," terangnya.

Baca juga: Alami Pelecehan Seksual? Ini Beberapa Hal yang Dapat Kamu Lakukan

Sempat ditolak saat melapor polisi

Kasus kekerasan terhadap aktivis perempuan sekaligus mahasiswi yang dilakukan oleh segerombolan orang kini dalam penyelidikan oleh Satreskrim Polres Mojokerto.

Namun saat korban melapor, polisi disebut sempat menolak laporan korban.

Saat dikonfirmasi, dilansir dari suryamalang.com, Kasat Reskrim Polres Jombang, AKP Teguh Setiawan mengatakan, pihaknya telah menerima pelimpahan berkas laporan dari Polsek Ploso terkait kasus penganiayaan terhadap aktivis perempuan tersebut.

"Sudah kami terima sekarang masih pendalaman pemeriksaan tambahan korban karena baru kemarin dilimpahkan ke Polres," ujarnya pada hari Selasa (11/5/2021).

Baca juga: Cinta Laura Ingin Terus Suarakan Isu Kekerasan Seksual di Indonesia

Teguh memberikan klarifikasi saat korban melapor di Polres Jombang justru diarahkan ke Polsek Ploso.

Teguh menjelaskan saat itu korban tidak membawa bukti-bukti karena itulah yang bersangkutan diminta membawa kardus Handphone dan kartu identitas KTP sebagai bukti kepemilikan handphone yang dirampas oleh pelaku penganiayaan.

"Akhirnya yang bersangkutan melapor ke Polsek Ploso dan diterima. Namun karena Polsek Ploso tidak ada kewenangan menyidik maka kami tarik dan dilimpahkan kemarin Senin siang," jelasnya.

Dia juga menjelaskan bahwa seseorang mengembalikan Handphone milik korban di Polsek Ploso.

Baca juga: Infrastruktur Tak Mendukung, Perempuan Rentan Alami Kekerasan Seksual di Kondisi Bencana

Namun pihak kepolisian belum dapat memastikan motif perampasan handphone dan penganiayaan terhadap aktivis perempuan tersebut.

"Jadi setelah diambil itu tidak lama kemudian diserahkan ke Polsek sama pelakunya dan Handphone yang bersangkutan diamankan sebagai barang bukti," terangnya.

Berdasarkan pengakuan korban bahwa yang bersangkutan dibenturkan ke tembok oleh pelaku.

Selain itu, pihaknya juga tidak berani menyimpulkan pelaku adalah orang suruhan yang berkaitan dengan pondok pesantren di Ploso.

"Karena itu pendalaman kasus ini perlu saksi dan yang bersangkutan dihadirkan untuk pemeriksaan," ujarnya. (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh