Parapuan.co – Kawan Puan, beberapa waktu terakhir, viral di media sosial tentang tayangan sinetron Suara Hati Istri Indosiar.
Sinetron Suara Hati Istri Indosiar ini bertajuk Zahra.
Sinetron Suara Hati Istri ini viral karena memperlihatkan adegan-adegan tidak senonoh yang melibatkan anak di bawah umur, yaitu LCF (15 tahun).
Baca Juga: Dinilai Normalisasi Perkawinan Anak, KOMPAKS Kecam Sinetron Suara Hati Istri di Indosiar
Dalam sinetron tersebut, LCF yang memerankan Zahra, diceritakan sebagai seorang anak SMA yang menjadi istri ketiga seorang laki-laki berusia 39 tahun.
Tekait hal tersebut, KOMPAKS (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual) sendiri mengecam tayangan sinetron Suara Hati Istri Indosiar karena dinilai melanggengkan praktik perkawinan anak.
Seperti diketahui, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender.
Penyebab terjadinya perkawinan anak
Kawan Puan, terkait perkawinan anak di dalam sinetron tersebut dan yang masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia, Yayasan Plan Internasional Indonesia beberapa waktu lalu melakukan observasi terhadap faktor penyebab terjadinya pernikahan anak.
Melansir dari Kompas.com, kesembilan faktor penyebab perkawinan anak antara lain:
- Sosial
- Kesehatan
- Pola asuh keluarga
- Ekonomi
- Kemudahan akses informasi
- Adat dan budaya
- Pendidikan
- Agama
- Hukum
Nah dari kesembilan faktor tersebut, faktor sosiallah yang paling besar mempengaruhi.
Baca Juga: Sinetron Indosiar Tuai Kecaman Karena Mengandung Unsur Poligami Anak di Bawah Umur
Selain itu, seperti yang dikatakan Dini Widiastuti, Direktur Ekseskutif Yayasan Plan Internasional Indonesia pada siarannya bersama Berita KBR (2/6/2021) mengatakan bahwa terkadang anak tidak mempunyai pilihan.
“Anak-anak ini enggak punya pilihan. Mereka mau sekolah sampai SMA atau sekolah sampai kelas 1 SMA terus kawin, itu mereka bayangannya apa? Sama aja gitu kan,” ungkap Dini Widiastuti.
Ia juga menambahkan perkawinan anak juga bisa terjadi ketika anak sudah bosan sekolah dan mengalami kekerasan di dalam keluarga.
“Dia pikir menikah itu tiket untuk kebebasan,” tambahnya.
Pencegahan perkawinan anak
Kawan Puan, untuk mencegah perkawinan anak ini bisa kita mulai dari lingkungan terdekat kita lo!
Seperti apa yang dikatakan Dini Widiastuti yaitu semua orang bisa menjadi campaigner untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.
“Sebetulnya semua bisa menjadi campaigner. Mulai sari tetangga, ataupun saudara kita yang berniat mengawinkan anaknya, anak-anak itu sendiri yang sering terpengaruh Instagram (media sosial).”
Baca Juga: Ibu Alvin Faiz Turun Tangan Usai Larissa Ungkap Penyebab Perceraian
Ia juga mengambil contoh kasus perkawinan anak yang sekaligus seorang figur publik.
Perkawinan tersebut pada akhirnya tidak bisa diselamatkan dan harus menghadapi perceraian.
“Ya apa yang mau diharapkan, orang itu laki-lakinya (pada saat menikah) masih anak-anak. Perempuannya juga belum dewasa,” ujarnya.
Selain itu Dini Widiastuti juga menambahkan bahwa kampanye pencegahan perkawinan anak ini juga melibatkan anak-anak muda, sebagai ujung tombak.
Mengingat, anak-anak remaja sendiri lebih percaya apa yang dibilang oleh teman dibandingkan apa yang dibilang orang tua bahkan pejabat daerah masing-masing.
Baca Juga: Dinilai Normalisasi Perkawinan Anak, KOMPAKS Kecam Sinetron Suara Hati Istri di Indosiar
Kawan Puan, kampanye pencegahan perkawinan anak ini sendiri merupakan kerja sama antara Komite Perlindungan Anak Desa dan Yayasan Plan Internasional Indonesia.
“Kita ingin membuat tren perkawinan anak ini enggak cool. Yang cool itu adalah tetap bersekolah, mengembangkan diri dan bercita-cita setinggi mungkin,” ungkap Dini ketika ditanya harapan dari kampanye pencegahan terhadap perkawinan anak tersebut.
Kawan Puan, pencegahan terhadap perkawinan anak ini memang bukan pekerjaan yang mudah.
Namun kita perlu tetap optimis dan turut serta untuk mencegah perkawinan anak di lingkungan terdekat. (*)