Parapuan.co - Jika bercerita tentang masa lalu, sering terdengar bahwa jika anak tidak menuruti apa kata dan harapan orang tua, itu berarti menyimpang dan wajar untuk dihukum.
Misalnya, anak tidak mendapatkan nilai 100 dalam pelajaran Matematika, kemudian orang tua menghukumnya secara fisik.
Tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan, tetapi orang tua tetap berdalih itu sebagai pembelajaran dan evaluasi bagi si anak agar rajin belajar.
Baca Juga: Tak Sembarang Mendidik Anak, Kenali 4 Jenis Gaya Pengasuhan dari Ketat Sampai tak Terlibat!
Padahal, orang tua kadang tidak tahu bahwa anak belajar mati-matian untuk berhasil, tapi nasib berkata lain.
Anak-anak sudah berusaha, tetapi orang tua menuntut sempurna.
Cerita ini menggambarkan pola asuh otoriter, di mana orang tua memandu dan mengatur anak dengan keras.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang dicirikan oleh tuntutan yang tinggi dan daya tanggap yang rendah.
Baca Juga: 4 Kebiasaan Toxic Orang Tua Ini Bisa Berdampak Negatif pada Anak
Orang tua dengan pola asuh otoriter memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap anak-anak mereka, namun memberikan sangat sedikit umpan balik dan pengasuhan.
Kesalahan cenderung dihukum dengan keras dan tidak bisa ditoleransi.
Bahkan, ketika umpan balik terjadi, seringkali negatif seperti dimarahi, dihukum secara fisik, atau diremehkan.
Karakteristik pola asuh otoriter
Mengutip Verywell Mind, pendekatan otoriter mewakili gaya yang paling mengontrol.
Daripada menghargai pengendalian diri dan mengajar anak-anak untuk mengelola perilaku mereka sendiri, orang tua otoriter berfokus pada kepatuhan terhadap otoritas.
Alih-alih menghargai perilaku positif, orang tua dengan pola asuh otoriter hanya memberikan umpan balik berupa hukuman atas perilaku yang salah.
Berikut ini karakteristik yang sering ditemukan pada orang tua otoriter, yaitu:
1. Menuntut dan tidak responsif
Orang tua yang otoriter memiliki banyak aturan dan mengatur hampir setiap aspek kehidupan dan perilaku anak-anak mereka, baik di rumah dan di depan umum.
Orang tua membesarkan anak ideal menurut perspektif mereka, yang diharapkan patuh dan setia terhadap setiap perkataannya.
2. Sedikit kehangatan atau pemeliharaan
Orang tua dengan pola asuh ini sering kali terlihat dingin, menyendiri, dan kasar.
Mereka lebih cenderung mengomel atau meneriaki anak-anak daripada menawarkan dorongan dan pujian.
Mereka menghargai disiplin daripada kesenangan anak-anak.
Baca Juga: Mengapa Ada Orang Tua Cenderung Memiliki Anak Favorit? Simak Penjelasannya
3. Hubungan sebagai evaluasi
Orang tua dengan pola asuh ini biasanya memiliki masalah dengan hukuman fisik, dan sering kali melibatkan pemukulan.
Alih-alih mengandalkan penguatan positif , mereka bereaksi dengan cepat dan kasar ketika aturan dilanggar.
4. Memberi sedikit pilihan untuk anak
Orang tua otoriter tidak memberi anak pilihan atau memutuskan sesuatu.
Orang tua menetapkan aturan dan memiliki pendekatan "ikuti cara saya atau pergi dari rumah ini" untuk disiplin.
Ada sedikit ruang untuk negosiasi dan mereka jarang membiarkan anak-anak mereka membuat pilihan sendiri.
Baca Juga: Agar Tak Manja, Begini Terapkan Rutinitas Harian Anak Supaya Lebih Mandiri
5. Tidak sabar dengan perilaku buruk
Orang tua yang otoriter mengharapkan anak-anak mereka untuk mengetahui lebih baik daripada terlibat dalam perilaku yang tidak diinginkan.
Mereka tidak memiliki kesabaran untuk menjelaskan mengapa anak-anak mereka harus menghindari perilaku tertentu.
Selain itu, mereka hanya mengeluarkan sedikit energi untuk membicarakan perasaan.
6. Tidak percaya
Orang tua otoriter tidak mempercayai anak-anak mereka untuk membuat pilihan yang baik.
Orang tua dengan pola asuh ini tidak memberikan banyak kebebasan kepada anaknya untuk menunjukkan bahwa mereka dapat menunjukkan perilaku yang baik.
Daripada membiarkan anak-anak membuat keputusan sendiri dan menghadapi konsekuensi alami atas pilihan tersebut, orang tua yang otoriter mengarahkan anak-anak mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak membuat kesalahan.
Baca Juga: Sadar Tanpa Disuruh, Ketahui 4 Tips Biasakan Anak Remaja Mengerjakan Tugas Rumah
7. Kaku dan tidak mau bernegosiasi
Orang tua otoriter tidak percaya pada area abu-abu dan tidak pasti.
Situasi dipandang sebagai hitam dan putih dan hanya ada sedikit atau tidak ada ruang untuk kompromi.
Anak-anak tidak mendapatkan suara ketika harus menetapkan aturan atau membuat keputusan.
Kawan Puan, itulah karakteristik pola asuh otoriter pada anak.
Apakah Kawan Puan dulu pernah merasakannya? Atau malah sekarang mengadopsinya dalam pola pengasuhanmu? (*)