Parapuan.co - Sinetron Zahra yang tayang di Indosiar dinilai melakukan banyak penyimpangan.
Hal ini menyebabkan sinetron tersebut mendapatkan bangak kecaman dari masyarakat melaui sosial media seperti Twitter maupun Instagram.
Sinetron Zahra perlu mendapatkan perhatian khusus karna beberapa penyimpangan yang dilakukan.
Bahkan ada petisi yang menyatakan agar sinetron tersebut dihentikan.
Baca Juga: Bukan Hal yang Menyedihkan, Makan Sendirian Ternyata Banyak Keuntungannya!
Masyarakat menilai terdapat penyimpangan dalam sinetron Zahra yang ditayangkan di Indosiar ini, seperti:
Perkawinan Anak
Usia pernikahan legal di Indonesia adalah 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki.
Ini sesuai dengan UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU No. 1/1974.
Berdadarkan peraturan tersebut, sinetron Zahra telah melegalkan praktik perkawinan anak yang pada dasarnya sangat merugikan mereka.
Tak hanya merugikan secara fisik namun juga kesehatan mental mereka.
Perkawinan anak usia dini juga merupakan kekerasan berbasis gender dan memicu terjadinya KDRT.
Mega Series Suata Hati Istri Zahra ini telah mempertontonkan adegan yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak di bawah umur.
Mengandung Unsur Pedofil
Sinetron Zahra ini diperankan oleh Lea Ciarachel yang masih berusia 15 tahun.
Sedangkan lawan mainnya, Panji Saputra Berusia 39 tahun.
Perbedaan umur yang cukup jauh membuat sinetron ini menerima banyak kritikan.
Terlebih terdapat adegan yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak usia 15 tahun.
Lea berperan sebagai istri ketiga yang polos dan patuh pada suaminya, Tirta.
Tak hanya itu alur cerita yang menunjukan jika Zahra sedang hamil semakin membuat sinetron ini mendapat banyak kecaman.
Terdapat adegan di mana Panji mencium kening Lea dan mendekatkan wajahnya pada perut Lea.
Baca Juga: 6 Jenis Emosi Dasar dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Manusia
Masyarakat menilai jika adegan dewasa yang dilakukan menunjukan unsur pedofilia.
Pedofil sendiri merupakan gangguan akan nafsu seksual terhadap anak usia dini.
Gangguan ini lebih sering dialami oleh laki-laki.
“Memang hal yang sudah biasa (anak-anak) memerankan orangtua. Tapi kan melihat adegan seperti apa yang dikenakan terhadap anak yang memerankan dirinya sebagai orangtua itu. Kan itu enggak boleh ada adegan (dewasa) bisa ditangkap publik sebagai pedofil harus diperhatikan juga hal-hal seperti itu,” ucap Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo seperti yang dilansir dari Kompas.com.
Eksploitasi Anak
Sinetron ini juga mengandung unsur ekploitasi anak.
Tidak hanya secara ekonomi namun juga secara seksual.
Ekploitasi ekonomi yang dilakukan pada anak merupakan bentuk dari mempekerjakan anak di bawah umur.
"Belum lagi kita bicara teknis pengambilan gambarnya. Itu sering sekali melewati jam malam. Itu juga jadi isu ketenagakerjaan di dalam media ini. Pengadaan siaran ini juga jadi problematik," jelas Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati.
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 68 mengatur syarat pekerja anak yang meliputi:
Baca Juga: Sinetron Indosiar Tuai Kecaman Karena Mengandung Unsur Poligami Anak di Bawah Umur
- Izin tertulis dari orangtua/wali
- Perjanjian kerja pengusaha dengan orangtua/wali
- Waktu kerja maksimum 3 jam
- Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah
- Keselamatan dan kesehatan kerja
- Ada hubungan kerja yang jelas
- Menerima upah sesuai ketentuan yang berlaku
Anak yang berusia 13 hingga 15 diizinkan untuk bekerja asalkan sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur.
(*)