Fakta baru dugaan eksploitasi ekonomi
Dari sisi selanjutnya, yaitu indikasi adanya dugaan eksploitasi ekonomi terlihat dari bagaimana perusahaan yang telah disebutkan sebelumnya itu hidup, memiliki pendapatan, dampak, usaha, dan keuntungan.
Ai menyatakan, pertanyaan mendasar KPAI seperti "Berapa jumlah karyawannya?" kepada pihak SPI yang justru tidak menemukan jawaban.
"Karena mereka tidak memiliki aturan jelas, termasuk siapa yang sesungguhnya menjadi pegawai, mereka hanya bilang melibatkan 32 alumni,"
"Bagi kami ini tidak masuk akal, dengan adanya destinasi lebih dari 30 tempat termasuk perhotelan, peternakan, dan perkebunan. Ini tidak mungkin terjadi jika tidak menggunakan pegawai yang dibayar tetap," terang Ai.
Baca Juga: Jordyn Woods Kerap Alami Overseksualisasi di Media Sosial, Apa itu?
Sesungguhnya, perusahaan yang terintegrasi dengan sekolah ini juga belum ada keterangan yang pasti mengenai status perusahaan dalam standarisasi ketenagakerjaan provinsi.
"Tentu kami pertanyakan pengawasan Anda sebagai disnaker, perusahaan besar di sini menggunakan standar kepegawaian seperti apa," kata Ai mencoba menggali informasi dari dinas terkait.
Secara holistik, KPAI turut menyisir bagaimana anak-anak ini terlibat dengan dugaan praktik kerja yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan SMA.
KPAI juga merekomendasikan adanya asesmen kepada 80 siswa yang mengikuti pendidikan SPI dan terlibat dalam dunia usaha tersebut.
Kata Ai, ini tentu menjadi titik tekan KPAI untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.
Sebab, begitu besar relasi kuasa antara kepala sekolah, pemilik, dengan anak-anak yang menggantungkan harapan untuk hidup yang jauh lebih baik lagi.
"Kami sedang menunggu hasil asesmen ini, sehingga proses hukum yang terjadi di masa lampau harus terus berjalan," tambahnya.
KPAI juga memberikan langkah-langkah preventif atau pencegahan sekaligus penanganan terkait dugaan kekerasan seksual atau eksploitasi ekonomi tersebut. (*)