Parapuan.co - Dugaan kasus kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Jawa Timur masih berlanjut.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengungkapkan bukti-bukti baru terkait dugaan kasus kekerasan kepada penyidik Polda Jatim yang menanganinya.
Sebagai informasi, Komnas PA menjadi lembaga yang mendampingi para korban dalam mengungkap kasus tersebut.
Baca Juga: Komnas PA Ungkap Fakta Baru Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Siswi SPI di Batu
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, salah satu fakta baru yang disampaikan korban kepada penyidik adalah kekerasan seksual diduga dilakukan oleh JE, dikutip dari laporan Kompas.com.
JE, selaku pendiri sekolah, melakukannya di berbagai tempat termasuk lingkungan sekolah, rumah pribadi, bahkan di luar negeri.
Saat di luar negeri kekerasan seksual itu ada yang dilakukan di kapal pesiar.
"Selain lingkungan SPI, di luar SPI bahkan ada yang di luar negeri. Anda bisa bayangkan bahwa di luar negeri juga mereka lakukan itu di kapal-kapal pesiar jadi memang terencana," kata Arist saat mendampingi korban di Kota Batu, Sabtu (19/6/2021).
Fakta selanjutnya, ada juga korban yang mengalami kekerasan seksual di bathtub atau bak mandi.
Arist menambahkan, kekerasan seksual berupa persetubuhan itu dilakukan secara terencana.
Untuk dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan di rumah pribadi JE di Surabaya, korban diajak dengan alasan untuk training.
Saat di rumah itu, korban dipanggil secara perorangan dan mengalami kekerasan seksual
"Di tempat kejadian yang baru itu (rumah pribadi di Surabaya) justru anak-anak ini atau peserta didik dipanggil untuk alasan training, tapi sebenarnya di balik itu mereka satu persatu dipanggil dan di situ lah praktek-praktek kejahatan seksual dilakukan oleh JE," jelas Arist.
Baca Juga: Bukti Baru Dugaan Kasus Kekerasan Seksual Siswi SPI di Batu, Dilakukan di Kapal Pesiar
"(Dilakukan) di rumah pribadi dan di ruang-ruang privasi, lalu sampai pada tempat-tempat yang dipaksakan seperti bak mandi, seperti tempat-tempat yang dia inginkan. Jadi ini tempat kejadian perkara yang baru yang patut dan harus diselidiki oleh Polda Jatim," tambahnya.
Kekerasan seksual ini terencana dan dilakukan berulang kali.
"Karena dilakukan berulang-ulang dan bukan sekali. Dan dilakukan berencana, karena apa, dipanggil satu-satu," ungkap Arist.
JE akan diperiksa Polda Jatim
Arist menyatakan, JE selaku terlapor dalam dugaan kasus kekerasan seksual akan diperiksa oleh penyidik Polda Jatim pada Selasa (22/6/2021).
"Kemarin saya diberitahu oleh Kabid Renakta Polda Jatim bahwa Hari Selasa ini, dari hasil pengembangan penyidikan terduga pelaku JE itu segera dipanggil untuk dimintai keterangan," katanya.
KPAI menyisir realitas pendidikan di SPI
PARAPUAN melakukan konfirmasi dugaan kasus kekerasan seksual di SPI ini kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah, mengungkapkan bahwa tim KPAI sudah turun lapangan pada tanggal 10-12 Juni 2021 di Kota Batu, Jawa Timur.
"KPAI melihat ada situasi yang harus kita awasi, apalagi laporan ini masa lampau ya. Sejujurnya mempermudah polisi untuk mengungkap, tapi sampai detik ini belum ada penetapan terkait pelaku, korban, saksi, dan kerugiannya masih belum jelas," ujar Ai.
Ai menambahkan, situasi ini harus dijawab dengan langkah hukum yang jelas, transparan, dan sesuai aturan yang berlaku.
Baca Juga: Sikap Koalisi Children Protection Malang Atas Dugaan Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Batu
Begitulah yang KPAI sampaikan kepada kepolisian, sehingga laporan proses keberlanjutan kasusnya bisa diketahui publik. Sebab, pihak kepolisian yang berwenang terkait penyelidikan ini.
"Kami juga berkunjung ke SPI dan melihat realitas pendidikan ini luar biasa hebat di atas kepemilikan sekolah swasta yang lain, yang terintegrasi dengan entrepreneurship," tambahnya.
Selain kewirausahaan, SPI juga terintegrasi dengan perusahaan dan memiliki pola pendidikan yang memiliki banyak sekali pendidikan vokasi.
KPAI juga menemukan banyaknya destinasi wisata dalam bentuk miniatur pada wilayah seluas 24 hektarini.
"Tentu kami juga bertanya bagaimana sesungguhnya produk yang dihasilkan atau SDM anak-anak ini dalam keseharian, dan memang berbeda dari sekolah pada umumnya karena kami mendengar dari kepala sekolah bahwa mereka ini direkrut," kata Ai.
Ai menerangkan, pola masuknya siswa ke sekolah SMA umum yaitu dengan cara mendaftar secara sukarela dan diseleksi.
Sedangkan, pola masuk siswa ke SPI dengan cara didatangi dan direkrut pihak sekolah, sehingga mereka berkumpul dari seluruh daerah se-Indonesia.
Fakta selanjutnya, sekitar 90% siswanya bukan berasal dari Kota Batu atau Malang Raya.
"Untuk itulah mereka berasrama, mereka juga terdiri dari anak yatim piatu dan kalangan menengah ke bawah, dan kelihatan sangat membutuhkan perbaikan ekonomi yang sudah disiapkan sekolah tersebut," jelas Ai.
Sistem pendidikan Sekolah SPI masih belum jelas
Ai mengatakan, setelah adanya pemetaan justru tercium situasi yang tidak sewajarnya dalam konteks sistem pendidikan yang ada di SPI ini.
Sekolah ini tercatat sebagai SMA (Sekolah Menengah Atas), tapi pada kenyataannya terlibat sistem pendidikan vokasional, ketenagakerjaan termasuk pelatihan dan magang. Dikarenakan ruang lingkup sekolah yang terintegrasi dalam dunia bisnis dan entrepreneurship.
"Tibalah KPAI bertanya secara spesifik, sebetulnya sistem pendidikan SMA di sini melahirkan lulusan yang memiliki sumber daya seperti apa?" kata Ai.
Pihak SPI mengatakan bahwa sekolahnya tidak bisa standar atau disamakan seperti sekolah SMA pada umumnya, dengan dalih latar belakang siswa seperti yang disebutkan tadi.
Baca Juga: Waduh, Vokalis Band Indonesia Dituduh Melakukan Pelecehan Seksual!
"Tentu jawaban ini mengherankan karena tidak boleh ada embel-embel anak panti, anak tidak beruntung, atau anak yatim piatu (dalam mendapatkan pendidikan yang setara,red). Sebab, standarisasi sistem pendidikan SMA harus menyasar secara keseluruhan dan sama rata," jelas Ai.
Sehingga, KPAI merekomendasikan Dinas Pendidikan setempat untuk memetakan kategorisasi sekolah SPI ini seperti apa, sehingga output dari sekolah ini tidak mencederai perlindungan anak.
Sebab, sistem pendidikan vokasional, pelatihan, atau magang ini terdapat aturan jelas apalagi untuk SMK dan bukan diperuntukkan bagi SMA.
"Sehingga poin perlindungan anak ini menjadi sebuah hal yang penting, sehingga peluang-peluang di masa lalu seperti kekerasan seksual karena akses anak-anak dengan pendiri yang bukan guru lebih terbuka," tutur Ai.
Fakta baru dugaan eksploitasi ekonomi
Dari sisi selanjutnya, yaitu indikasi adanya dugaan eksploitasi ekonomi terlihat dari bagaimana perusahaan yang telah disebutkan sebelumnya itu hidup, memiliki pendapatan, dampak, usaha, dan keuntungan.
Ai menyatakan, pertanyaan mendasar KPAI seperti "Berapa jumlah karyawannya?" kepada pihak SPI yang justru tidak menemukan jawaban.
"Karena mereka tidak memiliki aturan jelas, termasuk siapa yang sesungguhnya menjadi pegawai, mereka hanya bilang melibatkan 32 alumni,"
"Bagi kami ini tidak masuk akal, dengan adanya destinasi lebih dari 30 tempat termasuk perhotelan, peternakan, dan perkebunan. Ini tidak mungkin terjadi jika tidak menggunakan pegawai yang dibayar tetap," terang Ai.
Baca Juga: Jordyn Woods Kerap Alami Overseksualisasi di Media Sosial, Apa itu?
Sesungguhnya, perusahaan yang terintegrasi dengan sekolah ini juga belum ada keterangan yang pasti mengenai status perusahaan dalam standarisasi ketenagakerjaan provinsi.
"Tentu kami pertanyakan pengawasan Anda sebagai disnaker, perusahaan besar di sini menggunakan standar kepegawaian seperti apa," kata Ai mencoba menggali informasi dari dinas terkait.
Secara holistik, KPAI turut menyisir bagaimana anak-anak ini terlibat dengan dugaan praktik kerja yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan SMA.
KPAI juga merekomendasikan adanya asesmen kepada 80 siswa yang mengikuti pendidikan SPI dan terlibat dalam dunia usaha tersebut.
Kata Ai, ini tentu menjadi titik tekan KPAI untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.
Sebab, begitu besar relasi kuasa antara kepala sekolah, pemilik, dengan anak-anak yang menggantungkan harapan untuk hidup yang jauh lebih baik lagi.
"Kami sedang menunggu hasil asesmen ini, sehingga proses hukum yang terjadi di masa lampau harus terus berjalan," tambahnya.
KPAI juga memberikan langkah-langkah preventif atau pencegahan sekaligus penanganan terkait dugaan kekerasan seksual atau eksploitasi ekonomi tersebut. (*)