Parapuan.co - Kanker memang merupakan salah satu penyakit ganas yang menjadi momok.
Berbagai jenis penyakit kanker pun perlu diwaspadai. Salah satunya adalah kanker kepala dan leher.
Tidak banyak orang yang familiar dan mengenal dengan kanker kepala dan leher.
Tumor ganas ini berkembang di dalam atau sekitar tenggorokan, laring (kotak suara), serta hidung, amandel, sinus dan mulut.
Pada penyakit ini, sel kanker akan bermula pada sinus paranasal dan rongga hidung dan mulut.
Baca Juga: 8 Makanan yang Mampu Atasi Kadar Estrogen Rendah dalam Tubuh
Juga kelenjar ludah, pangkal tenggorokan, serta rongga di belakang hidung dan mulut yang menghubungkan keduanya ke kerongkongan.
Seperti dari rilis yang diterima PARAPUAN, Selasa (13/7/2021), Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sub-spesialis dalam Hematologi, dr. Andhika Rachman SpPD KHOM mengingatkan pentingnya mewaspadai kanker kepala dan leher.
Sebab banyak pasien memang yang tidak menyadari ketika dirinya menderita penyakit tersebut.
"Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kalau ada perubahan biologis pasti ada gejala yang muncul. Misal keluhan penurunan berat badan drastis tidak disadari, kurang nafsu makan hingga ada mimisan, itu salah satu gejala," papar dr. Andhika.
Beberapa gejala harus diwaspadai, seperti muncul adanya mimisan.
Nasofaring dan orofaring mimisan atau hidung terasa penuh, keluhan sulit bernapas, hingga tidur mengorok.
Ciri kanker leher bisa muncul ke lidah, misal rongga mulut ada luka yang sukar sembuh atau sariawan di lidah misalnya.
Gejala lain, misalnya ditemukan benjolan atau karena merasakan telinga dan hidung seperti penuh.
Ternyata setelah ditelusuri dari keluhan pasien tersebut ditemukan semacam benjolan.
“Tercium bau busuk dari mulut dan hidung harus dikaitkan gejala lain. Sakit kepala terus, hidung terasa penuh ada bengkak di pipi misal di daerah sinus hingga wajah asimetrik,” papar dr. Andhika.
Ia menuturkan bahwa kebanyakan pasien kanker leher dan kepala diketahui ketika sudah dalam kondisi stadium lanjut, yakni stadium IIIB dan IV.
"Kebanyakan orang kita itu datang ketika dengan keluhan baru kontrol. Sehingga diketahui setelah stadium lanjut," ungkapnya.
Baca Juga: Deretan Gejala yang Timbul Jika Kadar Estrogen Perempuan Rendah
Perlu diwaspadai bahwa kanker kepala dan leher banyak terdiagnosa pada usia diatas 50 tahun dimana risiko hingga dua kali lipat terjadi kepada pria.
“Masih ada hubungan dengan merokok, laki-laki karena faktor mayoritas risiko rokok tembakau. Bisa 4 hingga 10 kali lipat risiko muncul. Lainnya risiko alkohol, infeksi karena penyakit menular dan virus HPV,” jelas dr. Andhika.
Di dunia, pada tahun 2020 diagnosa baru kasus kanker yang menyerang bibir dan rongga mulut, orofaring, laring, hipofaring, nasofaring dan kanker kelenjar ludah mencapai 932.000 orang, seperti dikutip dari msd.com.
Berdasarkan data Globocan 2020 menyebut bahwa lima tahun terakhir kasus kejadian kanker nasofaring mencapai 54.670 kasus di mana dari 100.000 orang ada 20 orang yang terkena.
Untuk kasus baru mencapai 19.943 dengan kematian 13.399 orang.
dr. Andhika memaparkan, semakin cepat terdeteksi maka akan semakin besar pula angka kesembuhan dan survival rate dia.
Misal untuk penderita stadium awal memiliki tingkat kesembuhan 85,5%.
Sedangkan penderita kanker yang sudah ada di daerah regional kelenjarnya, angka survival dia 66,8%. Sedangkan yang sudah metastasis dia akan turun menjadi 40%.
Untuk diketahui, metastasis merupakan penyebaran sel kanker dimana ia berpindah ke bagian organ atau jaringan tubuh lain melalui aliran darah atau pembuluh getah bening.
Dalam kondisi tertentu, lanjut Andhika misal ketika lokasi sel kanker jauh dan tidak mungkin dilakukan operasi pengangkatan, maka dapat dilakukan dengan imunoterapi.
Sebagai informasi, imunoterapi adalah pengobatan melawan kanker dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh seseorang untuk membunuh sel kanker.
Baca Juga: Estrogen Rendah? Ini Efeknya Bagi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan
Imunoterapi memiliki tujuan sama dengan terapi target yang dikembangkan sebelumnya.
Hanya perbedaannya selain langsung menyasar sel kanker, imunoterapi juga membuat sel kekebalan tubuh penderita lebih aktif melawan kanker.
"Dengan Imunoterapi mampu menghambat waktu kekambuhan penderita kanker menjadi lebih lama. Memiliki efektifitas cukup baik dan bagus. Efek samping tidak berat kemoterapi. Efek samping juga ringan dan pasien bisa beraktivitas dengan baik," ungkap dr Andhika.
Imunoterapi bekerja di mana Pasukan Sel-T akan bekerja memberi perlawanan akan sel kanker.
"Ada mekanisme sel kanker tidak dikenali sel imunitas dan bikin kanker bertambh. Tapi tambah obat imunitas perbaiki sistem imun dan buat efektif sel T," ungkapnya.
dr. Andhika menyebut imunoterapi merupakan jawaban bagi pengobatan kanker dengan keampuhan maksimal tetapi memiliki efek samping minimal.
Diberikan sebagai kombinasi akhir untuk perawatan kanker dan menjadi harapan hidup pasien kanker untuk hidup lebih panjang.
Saat ini ia sudah menggunakannya selain untuk pasien kanker kepala dan leher juga untuk kanker payudara, kanker pankreas, dan kanker empedu.
Tiga tahun terakhir ini respons dan animo masyarakat cukup baik.
Ini terutama bagi mereka yang menginginkan terapi kanker lebih nyaman dan tidak berat seperti dahulu.
Baca Juga: Berapa Lama Seorang Penderita Covid-19 Kehilangan Penciumannya?
Sudah bisa gunakan dan tidak sebabkan perburukan atau drop pasien, paparnya.
Terlebih karena kematian akibat kanker di Indonesia juga tinggi tinggi.
Data Globocan 2020 menyebut ada 396.914 kasus baru dengan kematian mencapai 234.511 orang. Serta prevalensi kasus dalam 5 tahun adalah 946.088 kasus.
"Kami bekerja untuk mencegah kanker di mana kami bisa memberikan jalan kepada pasien untuk melakukan perawatan terhadap kanker agar kualitas hidup pasien menjadi lebih baik," pungkas dr. Andhika. (*)