Dibenci Sekaligus Dicinta, Ini Sejarah Sepatu Crocs yang Fenomenal

Citra Narada Putri - Minggu, 1 Agustus 2021
Dulu dibenci, kini Crocs justru digandrungi banyak generasi muda.
Dulu dibenci, kini Crocs justru digandrungi banyak generasi muda. Instagram @crocs

Parapuan.co – Ketika menyebut Crocs, semua orang tentu tahu bagaimana alas kaki dari bahan karet ini telah mengubah dunia.

Bagaimana tidak, dulu sepatu atau sendal karet ini dianggap sebagai penemuan terburuk dalam industri fashion.

Tapi selera generasi Z justru mengubah nasibnya hingga kini Crocs digandrungi banyak orang dari berbagai latar belakang.

Mulai dari artis seperti Justin Bieber, Post Malone hingga Nicki Minaj, hingga dianggap alas kaki yang aman bagi pekerja medis.

Tak hanya itu, bahkan label mode mewah seperti Balenciaga ikut tergiur untuk menciptakan Jibbitz Shoe Charms, yang merupakan kustomisasi Crocs yang lebih ‘high fashion’.

Baca Juga: Sedang Digilai Gen Z, Crocs dan Highsnobiety Kolaborasi dengan 5 Influencer Luncurkan Sandal Baru

Terlepas dari kontroversi yang lahir dari sepatu karet dengan ikon buaya tersebut, Crocs adalah sebuah gambaran dari alas kaki clog yang nyaman.

Hal ini disampaikan oleh Miranda DiCenzo, seorang sejarawan mode, yang menganggap Crocs adalah versi nyaman dari sepatu bakiak khas Denmark, namun dengan gaya yang lebih ‘unik’.

Sementara menurut Ellen Sampson, peneliti mode dan penulis Worn: Footwear Attachment and The Affects of Wear, menilai Crocs seperti sepatu outdoor dari berabad-abad lalu.

Menurut Sampson, bentuk dasar seperti sepatu Crocs telah banyak digunakan di berbagai era.

Lebih rinci ia menyebutkan setidaknya sudah ada sejak periode abad pertengahan hingga ke awal abad ke-20.

“Kamu melihat bentuk dasar itu muncul dalam mode tahun 1930-an sebagai sepatu outdoor, dan lagi pada tahun 1960 dan 1970-an sebagai sepatu hippie, kemudian lebih luas lagi sebagai penanda mode anak muda,” ujarnya kepada W Magazine.

Pada tahun 1970-an, bakiak erat dikaitkan dengan gaya sendal Skandinavia sebagai sepatu outdoor.

Sepatu clog yang biasa digunakan di Skandinavia dan Belanda.
Sepatu clog yang biasa digunakan di Skandinavia dan Belanda. Getty Images/iStockphoto

Sementara di tahun 1990-an, sepatu hak tinggi yang tidak praktis dan mewah bermunculan, menggantikan era bakiak.

“Crocs terlihat unik dan terbuat dari bahan yang berbeda dari sepatu lain yang ada di pasaran pada tahun 2002,” tambah Sampson lagi.

Jika kembali ke era millennium, gaya mainstream alas kaki biasanya didominasi oleh slip-on kanvas seperti Vans, sandal platform dan slip-on mesh.

Dan kehadiran Crocs di awal tahun 2000-an pun mencuri perhatian dan menjadi fenomena tersendiri. Ada yang menyukainya, tapi tak jarang juga yang membencinya.

Bahkan, ada blog yang benar-benar didedikasikan untuk membenci Crocs, seperti I Hate Crocs Dot Com yang bahkan masih ada sampai tahun 2020 lalu.

Baca Juga: Elegan dan Anggun, Koleksi Sepatu ini Terinspirasi dari Disney Princess

Namun era telah berubah. Batasan antara bagus dan jelek menjadi lebih tipis, membuat Crocs makin dicintai banyak orang.

Hal ini dapat dilihat dari tren penggunaan dan penjualan yang meningkat, seperti yang dilaporkan oleh Crocs.

Dilaporkan BBC, perusahaan sepatu chunky ini membuat rekor penjualan baru hingga 620 juta dollar AS dalam tiga bulan, pada Juni lalu.

Keuntungan ini meningkat hingga dua kali lipat dari periode yang sama pada tahun 2020.

Diperkirakan, tren penggunaan Crocs akan terus naik untuk sisa tahun 2021 ini, dilihat dari besarnya permintaan sepatu karet ini dari pasar internasional.

“Kami terus melihat permintaan konsumen yang kuat untuk brand Crocs secara global,” ujar Andrew Rees, kepala eksekutif Crocs.

Tak hanya terlihat dari pasar ritel kelas menengah, rupanya pesona Crocs juga jadi incaran para penikmat mode kelas atas, bahkan sejak tahun 2016.

Yaitu ketika Christoper Kane merilis Crocs bergaris marmer dengan kristal Jibbitz di platform-nya.

Begitu juga dengan Balenciaga yang tak mau ketinggalan tren ‘anak muda’ dengan meluncurkan Crocs versi neon dan berhak super tinggi dengan kristal Jibbitz di koleksi Spring 2018 lalu.

Jibbitz Shoe Charms Balenciaga.
Jibbitz Shoe Charms Balenciaga. Instagram @crocs

Dan hari ini, ketika pandemi menyerang yang membuat kita lebih banyak diam di rumah, mendorong kita untuk mengenakan pakaian yang nyaman dan santai, Crocs pun makin gila dilirik.

Bukan tanpa sebab, saat tren work from home (WFH), kita cenderung hanya memerhatikan tampilan busana dari pinggang ke atas, yang harus terlihat office look dan rapi.

Sementara tampilan pakaian dari pinggang ke bawah kaki, yang tak terlihat dari layar kamera laptop saat meeting Zoom, membuat kita lebih asyik mengenakan busana yang nyaman dipakai seharian.

Dan tentu saja, dengan fenomena ini, membuat Crocs jadi pilihan banyak orang yang mencari kenyamanan sekaligus kepraktisan.

Seperti yang dikatakan oleh Elle Sampson, bahwa kondisi pandemi membuat pakaian yang fungsional lebih berarti dibandingkan sekadar estetika semata.

“Jadi barang yang sederhana dan mudah diakses jauh lebih menarik,” tambah Sampson.

Baca Juga: Kate Middleton Gunakan Sepatu Ramah Lingkungan dengan Harga Terjangkau

Peran Media Sosial Atas Kebangkitan Crocs

Terlepas dari kebutuhan banyak orang mencari alas kaki yang nyaman, nampaknya media sosial juga memainkan peranan penting pada meningkatnya citra Crocs di mata masyarakat.

Misalnya di Instagram, lebih dari 1,8 juta unggahan menunjukkan orang-orang mengenakan Dior Jibbitz dengan pakaian Chanel.

“Kebangkitan media sosial juga berkaitan dengan kebangkitan Crocs,” ujar Sampson.

Ditambah lagi, Crocs punya aspek visual yang menarik dengan bahan dan warnanya yang playful. Ini lebih terlihat ‘cantik’ di lini masa ketika diunggah di media sosial.

Lebih dari itu, desainer-desainer muda yang dengan kreatif mengkostumisasi Crocs, membuat citra brand ini lebih personal, modern dan keren, terutama bagi gen Z yang selalu ingin terlihat berbeda dari yang lain.

Bahkan, para desainer muda ini membuat Crocs dengan kristal Jibbitz terlihat seperti karya seni dibandingkan sepatu karet biasa.

Classic Crocs Sandal yang dikostumiasi oleh desainer-desainer muda.
Classic Crocs Sandal yang dikostumiasi oleh desainer-desainer muda. Dok. Crocs

Kini Crocs pun bertransformasi seperti halnya kanvas yang mudah untuk dikustomisasi oleh para penggunanya dengan kristal Jibbitz agar lebih unik, personal dan timeless.

Seperti kata Sampson, kebangkitan Crocs menunjukkan dua aspek mode yang dimulai sebagai tren dan sekarang berkembang menjadi sesuatu yang lebih besar.

Kita lebih mengharapkan gaya yang praktis, nyaman sekaligus dapat mengekspresikan diri sendiri.

Jadi, apakah Kawan Puan masih berpikir Crocs adalah alas kaki yang jelek?(*)

Baca Juga: Ini 5 Rekomendasi Merek Lokal yang Memiliki Koleksi Sneakers Kekinian

Sumber: W Magazine,BBC
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja