Parapuan.co - Kebebasan dan keadilan adalah unsur terbesar yang membangun makna kemerdekaan Indonesia.
Kebebasan adalah kata yang sulit untuk dijelaskan dan diterapkan karena setiap orang memiliki makna tentang kebebasan yang berbeda.
Sebagai manusia, kita menyadari ada kebebasan esensial yang memang seharusnya menjadi hak kita, termasuk bagi perempuan.
Isu mengenai perjuangan perempuan demi hak dan kebebasannya tersebut digambarkan dengan apik dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak adalah film panjang karya sutradara perempuan Indonesia Mouly Surya pada tahun 2017.
Besama tim produksinya, Mouly berhasil mengungkapkan segala rintangan dan halangan yang perempuan Indonesia hadapi, terutama yang di pelosok, setiap harinya dalam tiap babak kehidupan.
Baca Juga: Film I, Tonya: Saat Bakat dan Ambisi Tak Cukup untuk Bawa Atlet Tonya Harding ke Olimpiade
Film berdurasi satu jam ini menceritakan kisah Marlina (Marsha Timothy) yang hidup sendirian di tanah Sumba semenjak suaminya meninggal.
Marlina kemudian harus menghadapi gerombolan perampok yang datang ke rumahnya untuk merenggut apa yang dimiliki Marlina. Tak hanya harta, mereka juga menginginkan kehormatan Marlina.
Babak Pertama: Perampokan
Babak pertama dimulai dengan rumah Marlina yang didatangi oleh Markus, ketua gerombolan perampok untuk mengambil harta yang dimiliki Marlina.
Markus juga mengatakan bahwa ia dan kawan-kawannya akan melakukan tindak kekerasan seksual pada Marlina.
"Malam ini kamu akan menjadi perempuan paling beruntung," bunyi dialog Markus saat mengatakan bahwa Marlina akan dipaksa berhubungan seksual dengan tujuh laki-laki.
Hak dan kehormatan Marlina sebagai perempuan direnggut dan sistem patriarki yang tumbuh menganggap bahwa perempuan merasa senang bila digoda oleh laki-laki.
Kita sering mendengarkan dialog Markus tersebut lewat ucapan para pelaku pelecehan seksual di sekitar, bahkan dalam bentuk cat-calling.
Baca Juga: Film Moxie: Arti Gerakan Women Support Women Sesungguhnya dalam Perjuangan Melawan Sistem Patriarki
Mereka merasa perempuan seharusnya senang bila digoda dan diinginkan oleh laki-laki, sekalipun itu tidak konsensual.
Satu dialog sederhana mampu menggambarkan bagaimana banyak pihak di masyarakat yang berbicara atas nama perempuan tentang hak, tubuh, dan kehormatan perempuan sendiri.
Semua karena perempuan dianggap tidak mampu untuk mengatakan apa yang ada dipikirannya.
Akhirnya Marlina berusaha mengambil kembali kehormatannya dan kebebasannya untuk punya hak penuh akan tubuhnya dengan cara memberikan racun kepada laki-laki tersebut.
Babak kedua: Perjalanan
Babak kedua mengisahkan perjalanan Marlina menuju kantor polisi untuk melaporkan kekerasan seksual dan perampokan yang dialaminya karena beberapa gerombolan Markus masih hidup.
Dalam perjalanan, Marlina bertemu Novi, seorang perempuan muda yang tengah hamil 10 bulan dan mereka melakukan perjalanan dengan sebuah truk.
Marlina hadir dengan membawa celurit dan bagian tubuh Markus sebagai bentuk sitaannya. Semua laki-laki yang ada di truk menyingkir, hanya tersisa satu perempuan tua yang menerima Marlina.
Babak kedua adalah gambaran bahwa dukungan antar sesama perempuan itu nyata dan penting.
Baca Juga: Film 3 Srikandi: Dukungan Sesama Perempuan Jadi Kunci Medali Olimpiade Pertama Indonesia
Novi dan perempuan tua tersebut tahu betul apa yang dialami oleh Marlina sebagai seorang perempuan yang terancam dan mereka tidak memberikan penghakiman.
Sebuah gambaran lingkungan sekitar kita yang penuh dengan penghakiman terhadap perempuan, terutama dalam kasus kekerasan seksual.
Kita sering menemukan bahwa sesama perempuanlah yang memahami perjuangan korban dan memberi dukungan sepenuhnya untuk mendapatkan kebebasan dan keadilan.
Ketika sekelompok perampok kembali mencari Marlina, Novi dan perempuan tersebutlah yang menutupi keberadaan Marlina sehingga Marlina dapat bebas dari ancaman.
Babak Ketiga: Pengakuan Dosa
Babak ini sangatlah nyata dalam menggambarkan sistem hukum di Indonesia yang masih menomorduakan perempuan.
Saat Marlina tiba di kantor polisi, ia masih harus menunggu sampai ia benar-benar dilayani karena para polisi sedang bermain tenis meja.
Tidak hanya itu, saat melaporkan apa yang terjadi, Marlina bukannya mendapat perlindungan namun malah ditanya kenapa mau diperkosa dengan orang tua.
Pertanyaan dari pihak kepolisian tersebut sering kita temukan di kehidupan nyata dalam kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan.
Baca Juga: Film Little Miss Sumo: Mengulik Kisah Hiyori Kon Pesumo Perempuan Amatir dari Jepang
Dialog dari polisi tersebut memberi kesan bahwa kita sebagai korban menikmati dan menginginkan kejadian tersebut.
Pertanyaan lain seperti apakah kita menikmatinya atau pakaian yang kita gunakan apakah menggoda, merupakan bentuk penyalahan korban.
Pada akhirnya kita tidak bisa menemukan keadilan yang kita cari di sistem hukum Indonesia, seperti Marlina yang akhirnya memutuskan untuk membebaskan dirinya dari ancaman tersebut sendirian.
Pengakuan dosa yang dimaksud dalam judul babak ini adalah gambaran stigma masyarakat bahwa perempuan korban kekerasan seksual sangatlah berdosa dan juga hina.
Babak Keempat: Kelahiran
Marlina terpaksa pulang ke rumahnya karena Novi ditawan gerombolan Markus dan ia pun tidak mendapatkan keadilan hukum.
Ketika kembali ke tempat yang menumbuhkan traumanya, Marlina diperlakukan sama seperti sebelumnya.
Baca Juga: Film Dua Garis Biru: Melihat Pentingnya Keterbukaan dalam Keluarga bagi Anak Remaja
Kali ini Marlina bersama Novi sadar bahwa sebagai perempuan tidak ada dukungan selain dari sesama perempuan dan keberanian diri sendiri.
Marlina dan Novi akhirnya bertekad untuk berjuang sendiri demi kebebasan dan keadilan yang mereka nantikan sebagai perempuan.
Keputusan Marlina dan Novi serupa daengan banyak perempuan Indonesia dalam menghadapi ketidakadilan yang ada.
Berjuang sendiri, membentuk aliansi perempuan, menggandeng perempuan lain, karena hanya itu kekuatan yang mampu membela kita di tengah sistem masyarakat yang sangat patriarkis.
Seperti Marlina, perempuan di Indonesia akhirnya harus kembali berjuang sendiri demi kebebasan, keadilan, dan pemenuhan hak sepenuhnya karena lingkungan kita tidak memihak pada perempuan atau setidaknya adil.
Babak Kelahiran ini diakhiri dengan Novi yang akhirnya melahirkan anaknya di dapur rumah Marlina. Kelahiran ini sekaligus menjadi simbol awal yang baru yang bebas bagi Marlina. (*)