Permendikbud Ristek 30/2021 Dorong Kampus Rutin Evaluasi Pencegahan Kekerasan Seksual

Alessandra Langit - Jumat, 12 November 2021
Permendikbud no 30 tahun 2021 dorong evaluasi kampus soal pencegahan dan tindakan anti kekerasan seksual.
Permendikbud no 30 tahun 2021 dorong evaluasi kampus soal pencegahan dan tindakan anti kekerasan seksual. Lin Shao-hua

Parapuan.co - Kawan Puan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menerbitkan aturan soal Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Keputusan tersebut tertulis secara resmi dalam Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021.

Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menekan keputusan tersebut pada 31 Agustus 2021.

Bakal menjadi landasan hukum bagi petinggi perguruan tinggi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 menimbulkan pro-kontra.

Baca Juga: Viral Kasus UNRI, Ini Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Permendikbud No 30 Tahun 2021

Kesalapahaman terkait kebebasan yang diberikan kepada mahasiswa untuk melakukan seks bebas telah menutupi fakta bahwa keputusan ini memiliki tujuan yang penting.

Salah satu aturan yang menjadi fokus dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 adalah kewajiban petinggi perguruan tinggi untuk melakukan evaluasi pencegahan kekerasan seksual di kampus.

Petinggi perguruan tinggi juga harus mengawasi dan merancang penanganan kekerasan seksual di wilayah kampusnya.

"Pemimpin Perguruan Tinggi wajib melakukan pemantauan dan evaluasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas," bunyi Pasal 54 Ayat (1) Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, dikutip dari Kompas.com.

Hasil evaluasi dan pemantauan dari pihak kampus harus disampaikan pemimpin perguruan tinggi kepada Mendikbud Ristek.

Laporan tersebut paling sedikit satu kali dalam enam bulan atau ketika dalam keadaan genting.

Dalam laporan evaluasi tersebut, ada lima poin yang harus dijabarkan secara jelas dan lengkap.

Lima poin tersebut adalah kegiatan pencegahan kekerasan seksual, hasil survei yang dilakukan oleh Satgas dan data pelaporan kekerasan seksual.

Selain itu ada kegiatan penanganan kekerasan seksual dan kegiatan pencegahan keberulangan kekerasan seksual.

Dalam Pasal 55 tertulis bahwa pemimpin perguruan tinggi yang tak melaksanakan pemantauan dan evaluasi akan dikenai sanksi administratif.

Pihak kampus harus siap karena menteri dapat sewaktu-waktu secara mendadak melakukan pemantauan dan evaluasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Apalagi bagi kampus yang memiliki kasus kekerasan seksual dalam skala berat, kondisi korban kritis, atau korban berada di wilayah negara berbeda atau lintas yurisdiksi.

Baca Juga: Nadiem Makarim Terbitkan Aturan untuk Berantas Kekerasan Seksual di Kampus

"Dan/atau melibatkan pelaku yang karena tugas dan kedudukannya memiliki kewenangan melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi," bunyi Pasal 56 huruf d.

Permendikbud ristek ini merupakan langkah progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Penanganan tersebut berperspektif korban karena menekankan pada consent atau persetujuan korban.

Dalam Permendikbud ini, tindakan yang dikategorikan kekerasan seksual yakni, memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.

Selain itu juga mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

Selanjutnya, mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

Bentuk kekerasan seksual juga meliputi menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

Baca Juga: Hore! Kemendikbud Rancang Peraturan untuk Korban Kekerasan Seksual di Kampus

Tentu saja bentuk tersebut juga mencakup menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban.

Bentuk terakhir yang tertulis adalah membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban.

Permendikbud ini menjadi pembicaraan yang sedang ramai di media sosial Twitter.

Sebelum termakan dengan informasi yang salah, ada baiknya Kawan Puan memahami isi dan tujuan dari setiap aturan yang tertulis dalam Permendikbud ini. (*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania


REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru