Sejak saat itu, celana pun menjadi simbol gerakan hak perempuan, karena rok yang panjang telah membuat perempuan direnggut kebebasannya untuk merasa nyaman dan dianggap hanya sebagai objek seksual.
"Itu (celana) menjadi simbol upaya perempuan untuk berubah. Walaupun ini mendapatkan reaksi negatif karena perempuan dinilai menantang laki-laki dan maskulinitas," ujar Rebecca Arnold, Dosen Senior Sejarah Pakaian di The Courtauld Institute.
1900-an: Warna Hak Pilih
Kelompok suffragettes, perempuan yang menuntut hak pilih, selain kerap melakukan marching dan protes di jalanan, juga mengidentifikasi diri sebagai feminis di luar demonstrasi dengan cara yang berbeda di tahun 1900-an.
Yaitu mengenakan sesuatu dengan tiga warna simbolis seperti hijau, putih dan ungu.
Ungu mewakili martabat, putih menunjukkan kemurnian dan hijau berarti harapan.
"Fakta bahwa warna-warna ini masih dapat dikenali sebagai warna Suffragette menunjukkan betapa suksesnya mereka menggunakannya sebagai simbol politik untuk menunjukkan dan mempromosikan tujuan mereka," ujar Arnold lagi.
Para suffragettes kerap menyematkan pita dengan warna-warna tersebut di topi, ikat pinggang, ke mantel hingga kerah pakaian mereka.
Baca Juga: Penuh Makna, Ini Warna yang Bisa Kamu Pakai saat Hari Perempuan Internasional