Pertanyaan-pertanyaan seperti 'mengapa aku menutupi vitiligo?' dan 'sampai kapan aku harus menutupi ini?' berkecamuk di pikirannya. "Dari situ aku berpikir bahwa ini (menutupi vitiligo) enggak akan ada habisnya. Jadi aku memutuskan untuk menerima Zsazsa yang sesungguhnya," paparnya.
Di usia 23 tahun lah akhirnya Zsazsa memutuskan untuk mulai menerima keunikan dirinya secara perlahan-lahan.
Mulai dari tak lagi menggunakan stocking, kemudian perlahan membiarkan rambut putihnya tumbuh dengan sendirinya hingga akhirnya tak lagi harus menggunakan foundation acap kali harus keluar rumah.
Setelah keputusannya untuk lebih membuka diri dan menunjukkan sisi Zsazsa dengan vitiligonya, memang diakuinya membuat banyak orang jadi banyak bertanya padanya.
"Yah mau enggak mau, setiap kali ada yang nanya, yah aku jawab, walau kadang capek menjawab pertanyaan yang sama terus menerus," ungkap Zsazsa yang menilai bahwa kadang itu konsekuensi yang harus dihadapinya ketika memutuskan untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap vitiligo.
Dibutuhkan waktu satu tahun bagi Zsazsa untuk benar-benar bisa membuka dirinya dan menerima kondisi vitiligo seutuhnya.
Kendati pun sudah mulai menerima dirinya dengan kondisi vitiligo, nyatanya berbagai kendala masih dihadapi oleh Zsazsa.
Misal saja seperti ketika ia dekat dengan seorang laki-laki, orang tua mereka akan bertanya 'memang kamu mau memiliki anak dengan kondisi seperti itu (vitiligo)?'. Mereka khawatir vitiligo akan menurun pada anak mereka. "Ini adalah tantangan yang harus aku hadapi seumur hidupku," ujar Zsazsa.
Namun memang tak dipungkiri olehnya bahwa penerimaan diri tersebut adalah proses panjang yang perlu dilaluinya untuk bisa healing dengan rasa insecure.
Baca Juga: Viral di TikTok Istilah Mask Fishing, Standar Kecantikan saat Pakai Masker