Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Baca Juga: Mengenal GP3M yang Diluncurkan Kemendikbud Ristek untuk Perempuan di Daerah Marginal
Mereka berbahasa bukan dengan bahasanya, dan mereka dikenai operasi bahasa dalam penggambaran keadaan yang mereka alami.
Lalu, siapa kelompok yang membisukan dan melakukan operasi bahasa pada kelompok marginal ini?
Tak lain para laki-laki dan para penguasa kapital.
Pertandingan Menguasai Bahasa
Dalam pikiran para penguasa ini, hidup diandaikan pertandingan yang tak berkesudahan.
Karenanya, agar tak terkalahkan dalam pertandingan, mutlak harus menguasai aturannya. Aturan itu diwujudkan sebagai bahasa.
Pada pertandingan antara laki-laki dengan perempuan misalnya, laki-laki merasa tak nyaman dengan perempuan yang berada di ranah publik.
Ranah publik khusus untuk laki-laki, perempuan sepantasnya ada di ranah domestik.
Untuk menggiring perempuan yang terlanjur ada di ranah publik, diciptakanlah bahasa: kinerja perempuan tak setara laki-laki.