Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Jiayu Liang, 2022, lewat penelitiannya yang berjudul Research on the Relationship Between Social Media and Gender Inequality, mengungkapkan tentang bagaimana perempuan diuntungkan oleh keberadaan media sosial.
Para perempuan dapat mengungkapkan diskriminasi gender yang dialami, ide tentang hak-hak reproduksi, pelecehan seksual yang meresahkannya, maupun berbagai perasaan tertekan lainnya lewat media sosial.
Tentu di antara yang diperbincangkan ini, termasuk ide-ide untuk mengikis nilai-nilai patriarki yang merugikan perempuan.
Lewat media sosial, perempuan juga dapat membentuk kelompok diskusi. Dilakukan dengan mengundang perempuan lain untuk berbicara, membantu, hingga memberdayakan perempuan yang mengalami berbagai kesulitan.
Perempuan penolong, maupun korban, bisa berkolaborasi memanfaatkan media sosial untuk keluar dari permasalahannya.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan, 3 Cara Jadi Support System untuk Penyintas
Perempuan yang bersuara, juga mampu membangun kesadaran gender di tengah masyarakat.
Namun demikian, pada uraian Liang selanjutnya, di tengah keleluasaan perempuan melontarkan ide soal cita-cita kehidupan ideal yang dapat diwujudkan, banyak keadaan tak aman yang menghadang.
Perempuan yang memanfaatkan platform ini, tak ubahnya masuk ke ruang tak aman.
Bentuknya mulai stereotyping yang tak tepat tentang perempuan, hingga pembisuan suara perempuan di media sosial.