Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Oleh karenanya, anarkisme rakyat diperlukan dalam konteks penyelenggara negara sudah tak mampu lagi dipercaya dan diserahkan tanggung jawab mengelola negara.
Anarki selalu disalahartikan sebagai tindakan orang-orang yang merusak. Padahal tindakan pengrusakan itu disebut dengan vandalisme.
Seperti halnya demokrasi, anarki sejatinya adalah sebuah paham tentang ketiadaan otoritas dan ketidakcakapan otoritas tersebut dalam menengahi perselisihan dan menegakkan supremasi hukum (Britannica Encyclopedia).
Dalam konteks penyelenggaraan Pemilu 2024, di mana pemimpin tertinggi negara tak memiliki kecakapan untuk menengahi polemik yang muncul akibat ambisi dinasti politik, hingga ketidakmampuan KPU dan Bawaslu dalam mengatur dan mengawasi penyelenggaraan pemilu, menunjukkan kondisi negara ini perlu dianarkikan karena terbukti negara dan lembaga negara abstain dalam menegakkan demokrasi.
Anarkisme mengedepankan pada free society dan kerelaan individual untuk saling menjaga, menghargai, dan mendistribusikan kekuasaan secara setara dan bebas (Kropotkin, 1910).
Pada tataran ideal, anarkisme dapat menciptakan masyarakat perempuan dan laki-laki yang saling bekerja sama secara setara tanpa adanya subordinasi dan dominansi di satu pihak tertentu (Ackelsberg, 2016).
Keberadaan pemerintah dan lembaga penyelenggara pemerintahan, termasuk partai politik, kerap melanggengkan dominansi patriarki yang tidak memihak pada kepentingan perempuan dan mengabaikan kesetaraan gender, utamanya dalam politik.
Maka anarki bisa menjadi salah satu alternatif utopis untuk menciptakan kesetaraan gender dan melawan stereotip gender.
Baca Juga: Memerangi Bias, Ini Tantangan Perempuan di Sektor Keamanan dan Pertahanan
Menumbuhkan Spirit Anarkisme Dalam Perkumpulan Perempuan
Indonesia menjadi anarkisme memang tidak mungkin. Sebab cita-cita awal pendiri bangsa ini adalah menjadi negara kesatuan.
Seburuk-buruknya penyelenggara pemerintah, rakyat Indonesia setia mendukung demokrasi.
Namun demikian, rakyat Indonesia (terutama perempuan) dapat menerapkan spirit anarkisme sebagai sikap politik mereka.
Keberhasilan itu pernah terjadi di Spanyol pasca Perang Sipil (1936-1939) lewat manifestasi Mujeres Libres, sebuah gerakan yang berhasil menghimpun hingga 20.000 perempuan untuk memperjuangkan kebebasan mereka secara politik (Hastings, 2016).
Maka spirit anarkisme dalam diri perempuan dapat diejawantahkan lewat pembentukan kelompok dan gerakan perempuan yang bisa saling menguatkan, mengajarkan, dan membimbing perempuan-perempuan untuk memiliki skill dan pengetahuan politik.
Perempuan-perempuan yang saling memberdayakan akan menghasilkan perempuan-perempuan cerdas, berdaya, dan berani untuk melawan ketidakadilan.
Saat kepentingan perempuan tidak dapat diakomodasi oleh negara, para perempuan maju melawan bersama.
Semangat Hari Perempuan Internasional di tahun ini adalah untuk menyadarkan perempuan tentang betapa pentingnya untuk saling bersama dan mendukung agar dapat memiliki andil politik yang besar untuk mengubah sistem politik yang kerap tidak memihak perempuan.
Baca Juga: Tema Hari Perempuan Internasional 2024: Wujudkan Kesetaraan Gender di Berbagai Aspek
Mengutip dari frasa terkenal Wiji Thukul: Hanya ada satu kata: Lawan!
Lawan partai politik yang tidak memberikan representasi sebagaimana seharusnya lewat boikot dan berhenti memilih partai tersebut!
Lawan sistem sosial yang patriarkis dengan cara mengajarkan generasi muda dan anak laki-laki kita untuk menghormati dan menghargai kesetaraan peran dengan perempuan!
Lawan segala kebijakan pemerintah yang menyudutkan perempuan!
Lawan stereotip gender dengan mengajarkan generasi muda perempuan untuk memiliki standar dan mimpi paling tinggi setinggi yang mereka inginkan!
Lawan! Dan perempuan-perempuan melawan bersama.
Selamat Hari Perempuan Internasional, Kawan Puan! (*)
Baca Juga: 4 Tipe Perempuan dalam Mewujudkan Mimpi, Kamu yang Mana, Kawan Puan?