"Bapak saya sendiri sebenernya juga dosen di teknologi pangan di Universitas Sriwijaya di Palembang, jadi saya sangat familiar dengan bidang tersebut," cerita Dr. Widi kepada PARAPUAN.
Ia pun nostalgia dengan memori masa kecilnya, ketika sang ayah mengolah nata de coco dari air kelapa tua yang kerap dianggap limbah.
"Dengan proses teknologi pangan, itu bisa mengubah cairan limbah bening menjadi padatan serat putih yang baik untuk dikonsumsi. Itu kan seperti magic," paparnya.
Saat itu sang ayah juga menyampaikan ide-ide pengembangan lain, tidak hanya nata de coco. Tapi juga nata de mango dari mangga atau nata de pina dari nanas.
"Menarik sekali saat itu, sehingga saya memutuskan pilihan pertama studi di universitas itu di bidang teknologi pangan di UGM," cerita Dr. Widi lagi.
Kemudian, jalan hidupnya di dunia sains pun terus maju ke depan ketika ia mengambil studi lanjutan spesifik pada bidang analitik kimia.
"Sehingga saat ini saya memadukan kedua ilmu tersebut. Saya mendalami analisis kimia untuk bahan pangan atau yang disebut food analysis," ujarnya yang juga mulai menekuni profesi food analytical chemist sejak 2006.
Dunia Sains dari Kacamata Perempuan
Selama beberapa dekade terakhir, upaya untuk mendorong kesetaraan gender dalam ilmu pengetahuan dan penelitian telah meningkatkan partisipasi perempuan.
Baca Juga: Ini Hal yang Dibutuhkan Perempuan Jika Ingin Jadi Ilmuwan Pangan