Ungkap Tabir Alam Lewat Teknologi Pangan, Ini Mimpi Perempuan Peneliti Dr. Widiastuti Setyaningsih

Citra Narada Putri - Selasa, 7 Mei 2024
Dr. Widiastuti Setyaningsih, peneliti, ilmuwan pangan dan dosen UGM pemenang dana hibah L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2023.
Dr. Widiastuti Setyaningsih, peneliti, ilmuwan pangan dan dosen UGM pemenang dana hibah L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2023. (Fausta Bayu/L'Oreal)

Parapuan.co - Walau masih didominasi laki-laki, kini makin banyak kehadiran sosok perempuan yang menoreh prestasi gemilang dan kontribusi besar bagi dunia sains.

Perempuan inspiratif inilah yang disadari atau tidak, turut membantu membuka jalan bagi perempuan lainnya untuk berkarya di industri ini. 

Salah satu sosoknya adalah Dr. Widiastuti Setyaningsih S.T.P., M.Sc, peneliti, ilmuwan pangan dan dosen dari Universitas Gadjah Mada, yang membuktikan bahwa kecerdasan dan kegigihan tak mengenal batas gender. 

Di kalangan peneliti pangan mungkin ia bukan pemain baru, namun namanya turut makin dikenal setelah memenangkan dana hibah dalam ajang L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2023.

Dr. Widi ini pun mengajukan proposal penelitian tentang pemanfaatan dari bunga pisang untuk digunakan sebagai bahan pangan fungsional untuk menjaga kesehatan mental, yang pada akhirnya membawanya menjadi salah satu dari empat pemenang dana hibah.

Menariknya lagi, Dr. Widiastuti adalah orang pertama yang melaporkan penelitian tentang komponen antidepresan dalam bunga pisang yang baik untuk menjaga kesehatan mental.

Sebelum akhirnya menjadi perempuan peneliti yang memberikan sumbangsih besar pada dunia sains, bagaimana perjalanan hidup Dr. Widi mencintai industri ini?

Terinspirasi dari Nata de Coco

Awal mula ketertarikan di dunia sains rupanya sudah dirasakan Dr. Widi sejak kecil di sekolah dasar.

Baca Juga: Bisakah Work-Life Balance Dicapai sebagai Scientist Mom? Ini Kata Dr. Widiastuti Setyaningsih

"Bapak saya sendiri sebenernya juga dosen di teknologi pangan di Universitas Sriwijaya di Palembang, jadi saya sangat familiar dengan bidang tersebut," cerita Dr. Widi kepada PARAPUAN.

Ia pun nostalgia dengan memori masa kecilnya, ketika sang ayah mengolah nata de coco dari air kelapa tua yang kerap dianggap limbah. 

"Dengan proses teknologi pangan, itu bisa mengubah cairan limbah bening menjadi padatan serat putih yang baik untuk dikonsumsi. Itu kan seperti magic," paparnya.

Saat itu sang ayah juga menyampaikan ide-ide pengembangan lain, tidak hanya nata de coco. Tapi juga nata de mango dari mangga atau nata de pina dari nanas.

"Menarik sekali saat itu, sehingga saya memutuskan pilihan pertama studi di universitas itu di bidang teknologi pangan di UGM," cerita Dr. Widi lagi.

Kemudian, jalan hidupnya di dunia sains pun terus maju ke depan ketika ia mengambil studi lanjutan spesifik pada bidang analitik kimia. 

"Sehingga saat ini saya memadukan kedua ilmu tersebut. Saya mendalami analisis kimia untuk bahan pangan atau yang disebut food analysis," ujarnya yang juga mulai menekuni profesi food analytical chemist sejak 2006.

Dunia Sains dari Kacamata Perempuan

Selama beberapa dekade terakhir, upaya untuk mendorong kesetaraan gender dalam ilmu pengetahuan dan penelitian telah meningkatkan partisipasi perempuan.

Baca Juga: Ini Hal yang Dibutuhkan Perempuan Jika Ingin Jadi Ilmuwan Pangan

Namun diakui oleh Dr. Widi bidang analisis kimia terkadang tidak ramah perempuan, terutama ibu hamil. Bukannya tanpa alasan, ia menilai bahwa jika sedang melakukan aktivitas di lab sangat erat dengan penggunaan bahan-bahan kimia yang mungkin saja berbahaya.

“Kita di lab kan erat menggunakan pelarut organik, bahkan senyawa yang kita teliti mungkin saja berbahaya, karena tidak hanya senyawa bioaktif tapi juga ada senyawa kontaminan, seperti toksin,” cerita Dr. Widi. 

Di sisi lain, peneliti perempuan juga masih kesulitan untuk menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan pribadinya.

“Saya sendiri sebenarnya lebih percaya work and life enggak bisa balance. Karena sebagai seorang ibu seringnya dituntut lebih banyak waktu untuk mengurus life daripada work, untuk membersamai keluarga terutama anak” ujarnya.

Dalam pekerjaan, menurut Dr. Widi, para perempuan peneliti bisa saja digantikan oleh sumber daya manusia yang lain.

“Tapi kalau kehadiran kita itu tidak bisa tergantikan saat kita membersamai anak. Tapi aktualnya yang terjadi tuntutan kerjaan itu lebih banyak dan akan semakin banyak dengan meningkatnya karier seseorang,” jelasnya.

Maka, agar kedua kehidupan tersebut bisa berjalan dengan baik, diperlukan kompromi dan strategi. 

Tim Mayoritas Perempuan

Di tengah berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi dalam pekerjaanya, Dr. Widi mengaku cukup berbangga hati karena timnya didominasi oleh perempuan peneliti.

Baca Juga: Apakah Bidang Analisa Pangan Ramah Perempuan? Ini Kata Dr. Widiastuti Setyaningsih

“Laki-lakinya (tim riset) hanya seperlimanya. Malah mungkin sepuluh persen yah yang laki-laki,” ceritanya.

Di bidang teknologi pangan, menurut Dr. Widi, memang didominasi perempuan peneliti.

Di sisi lain, bidang analisa pangan yang ia geluti juga cukup mendukung para perempuan peneliti untuk bisa berkembang. 

“Ada kemungkinannya kita menjadi leader di dalam bidang analytical chemistry, meskipun memang ada keterbatasan pada beberapa hal,” ujarnya. 

Dr. Widi mengaku cukup bersyukur bahwa bidang analisis pangan cukup inklusif. 

“Di lingkungan saya sendiri, empat per limanya adalah perempuan peneliti. Dan di lingkungan aktual juga sudah saya rasakan cukup kondusif untuk perempuan beraktivitas dalam penelitian ilmiah, khususnya di analisis pangan,” ceritanya berdasarkan pengalamannya sendiri.

Mengungkap Tabir Alam

Selama 18 tahun berkarier di dunia analitik pangan, Dr. Widi mengaku menikmati pekerjaannya ini walau terkadang penuh tantangan.

"Menariknya adalah kita bisa mengungkap tabir alam. Misalnya seperti di bunga pisang yang sedang diteliti, sebelumnya orang enggak akan tahu di situ ada banyak sekali komponen antidepresan," ujarnya.

Baca Juga: Ini Perjalanan Dr. Widiastuti Setyaningsih Meneliti Bunga Pisang untuk Jaga Kesehatan Mental

Dengan ilmu food analytical chemistry, rahasia-rahasia alam tersebut pun bisa terungkap.

"Dan masih banyak lagi bahan-bahan alam lainnya di Indonesia yang belum dieksplorasi dan dimanfaatkan," ujar Dr. Widi yang berharap ke depannya akan semakin banyak perempuan peneliti yang bisa meneliti bahan alam di tanah air yang sangat kaya.

Dan kini ia cukup bersuka cita karena beberapa mimpinya dulu akhirnya bisa tercapai. 

Tetapi juga, dalam waktu yang sama muncul mimpi yang baru untuk dicapai.

"Dan saat ini mimpi yang di depan mata itu yang erat kaitannya dengan riset yang saya kerjakan sekarang, yang akhirnya nanti dapat memproduksi pangan fungsional yang bisa memberikan manfaat untuk masyarakat dalam menjaga kesehatan mentalnya," terangnya.

(*)



REKOMENDASI HARI INI

4 Momen Memukau di Konser Isyana, Dari Duet hingga Kehangatan Keluarga