"Cinta yang dipahami sebagai kepemilikan jadi emosi yang tidak sehat, tapi kembali lagi nilainya sebenarnya adalah patriarki," lanjutnya.
Selain ketersinggungan maskulinitas dan cemburu, motif femisida lainnya yaitu menolak bertanggung jawab, kekerasan seksual, menolak perceraian, atau pemutusan hubungan.
Rainy Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan motif-motif tersebut menggambarkan dominasi, superioritas, agresi, hegemoni, maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan.
Semua itu adalah bentuk dari ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan yang sayangnya, masih terjadi di masyarakat di Indonesia.
Femisida intim, pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, atau mantan pacar menurut pengamatan Komnas Perempuan adalah yang paling tinggi terjadi.
Namun femisida non intim yang tidak melibatkan pasangan seperti yang terjadi pada kasus Vina pun sangat mungkin terjadi.
Dalam kasus Vina, laki-laki yang ditolaknya merasa tersinggung, tidak terima ditolak, cemburu dengan laki-laki lain yang dekat dengan Vina, sehingga semua itu jadi motif femisida.
Risiko Memunculkan Korban Berlapis
Baca Juga: Stop! Foto Anak Korban Kekerasan Seharusnya Tidak Disebar di Media Sosial