Film Vina: Sebelum 7 Hari Tidak Sensitif Isu Femisida dan Berisiko Menimbulkan Korban Berlapis

Rizka Rachmania - Minggu, 12 Mei 2024
Film Vina: Sebelum 7 Hari adalah contoh femisida di Indonesia dan berisiko menimbulkan korban berlapis.
Film Vina: Sebelum 7 Hari adalah contoh femisida di Indonesia dan berisiko menimbulkan korban berlapis. Instagram/ Vina Sebelum 7 Hari Movie

Sayangnya, luputnya film ini dalam membawa isu femisida sebagai bahan diskusi juga mengarah pada risiko menjadi Vina di dunia nyata yang sudah meninggal menjadi korban berlapis.

Banyak penonton yang menudingkan jari pada almarhumah Vina dan menyalahkannya mengapa ia menolak laki-laki pelaku pembunuhan dan pemerkosaan sambil meludah di depannya.

Lagi-lagi karena budaya patriarki yang menempatkan laki-laki pada posisi di atas perempuan, alhasil perempuan selalu diminta untuk hormat dan jangan sampai menyinggung egonya.

Vina, perempuan yang benar-benar mengalami pengalaman buruk tersebut di dunia nyata, dan kini sudah meninggal, lagi-lagi menjadi korban komentar negatif dari netizen yang menonton film berdasar kisahnya.

Bersembunyi di balik alasan 'belajar dari pengalaman Vina jangan menolak laki-laki dengan cara kasar' sebenarnya hal tersebut justru akan melanggenggkan patriarki dan membuat laki-laki makin ingin mengontrol perempuan.

"Ini orang meninggal, tapi kok kita mengatakan itu? Selama ini pula orang tua selalu mengatakan jangan kasar kalau menolak atau jangan meludah di depan laki-laki karena itu dianggap dulu tidak sopan," ucap Siti Aminah Tardi.

"Tapi semakin ke sini itu sebenarnya adalah cara mencegah ketersinggungan laki-laki, sehingga perempuan diminta jaga diri, bukan laki-laki yang diberi pemahaman kalau ditolak ya sudah jangan kemudian jadi motif menyakiti dan membunuh," lanjutnya.

Bahkan ada sebuah komentar di salah satu media sosial yang mengatakan mengapa Vina tidak mau saja diperkosa oleh para laki-laki di geng motor karena visualisasi laki-laki itu di film dianggap menarik dan cakep.

Hal itu sungguh menunjukkan bagaimana budaya patriarki memengaruhi pola pikir masyarakat, sehingga laki-laki akan terus punya kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan, dipuja dan diagungkan.

Siti Aminah Tardi menegaskan bahwa film Vina: Sebelum 7 Hari tidak berkontribusi dalam membangun kesadaran bahwa ini bukan kesalahan perempuan, sehingga budaya patriarki akan terus langgeng dan isu femisida dikesampingkan.

Film Vina: Sebelum 7 Hari juga kurang sensitif terhadap pengalaman perempuan yang benar-benar menjadi korban di dunia nyata karena menampilkan adegan kekerasan seksual dan pembunuhannya.

Suara rekaman yang disebut itu adalah arwah Vina juga dimasukkan menjadi bagian dari film, diputar di bagian terakhir saat film sudah selesai.

Rekaman itu mendengarkan suara seorang perempuan yang konon katanya dirasuki oleh sosok Vina yang asli dan menceritakan kronologi kejadian sebenarnya bahwa ia bukan kecelakaan namun korban pemerkosaan dan pembunuhan.

Bahkan hingga saat ini, masih ada tiga orang pelaku femisida terhadap Vina yang belum berhasil ditangkap, bahkan tidak diketahui ke mana perginya.

Bagaimana pendapat Kawan Puan mengenai film Vina: Sebelum 7 Hari dan isu femisida yang jelas ada di dalamnya? Bagikan komentarmu.

Baca Juga: Apa Itu Femisida yang Berhubungan dengan Pembunuhan terhadap Perempuan

(*)

 

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania


REKOMENDASI HARI INI

Kurikulum Merdeka Beri Literasi Finansial untuk Siswa, Bagaimana Aplikasinya?