Mengenal Sosok Malahayati, Laksamana Perempuan Pertama di Dunia

Saras Bening Sumunar - Jumat, 8 November 2024
Porfil Laksamana Malahati.
Porfil Laksamana Malahati. Kompas.com

Parapuan.co - Setiap tahunnya, Hari Pahlawan Nasional diperingati pada 10 November.

Peringatan Hari Pahlawan Nasional sendiri bertujuan untuk menghormati jasa dan perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Menjelang Hari Pahlawan Nasional 2024 ini, PARAPUAN akan membahas sosok pahlawan perempuan Laksamana Malahayati atau Keumalahayati.

Laksamana Malahayati merupakan salah satu dari sekian banyak pejuang Indonesia.

Nama Laksamana Malahayati ini cukup mencuri perhatian, apalagi ia disebut-sebut sebagai perempuan pertama di dunia yang mendapat posisi sebagai laksamana.

Seperti apa sosok Malahayati? Berikut rangkuman lengkapnya untuk kamu!

Keturunan Sultan Aceh

Keumalahayati merupakan pahlawan perempuan yang lahir pada 1 Januari 1550 di Aceh Besar dari keluarga Kesultanan Aceh.

Ayah Malahayati adalah Laksamana Mahmud Syah, Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh dan kakeknya adalah Laksamana Said Syah.

Baca Juga: Dialami Pahlawan Perempuan Opu Daeng Risadju Seumur Hidupnya, Kenali Ini Penyebab Tuli

Lahir dari keluarga kerajaan sultan dan panglima angkatan laut Kesultanan Aceh, Malahayati mengikuti jejak para pendahulunya.

Setelah menyelesaikan pendidikan agama di Meunasah, Rangkang, dan Dayah, ia melanjutkan ke Akademi Militer Mahad Baitul Makdis milik Kerajaan Aceh.

Malahayati kemudian memilih fokus di angkatan laut untuk meneruskan jejak ayah dan kakeknya.

Ketika berada di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis, Malahayati bertemu dengan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latife.

Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief resmi menjadi suami Laksamana Malahayati setelah keduanya lulus akademi militer.

Riwayat Perjuangan Laksamana Malahayati

Ketika Malahayati berusia 35 tahun, dirinya dipercaya menjabat sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah semasa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil memerintah.

Perlawanan terhadap kolonialisme Portugis pertama kali dilakukan Malahayati lewat sebuah pertempuran di perairan Teluk Haru dekat Selat Malaka pada 1586.

Baca Juga: Hari Pahlawan, Ini Daftar Perempuan yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Suami Malahayati, Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief yang juga Kepala Pengawal Sultan memimpin pertempuran.

Puluhan kapal kayu Kesultanan Aceh berusaha mencegat kapal-kapal perang Portugis.

Armada perang Kesultanan Aceh mampu memukul mundur Portugis, namun sayang suami Malahayati gugur dalam pertempuran tersebut.

Tidak terima dengan kematian sang suami, Malahayati berjanji untuk menuntut balas dan meneruskan perjuangan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief.

Posisi mendiang Laksamana Tuanku Mahmuddin kemudian digantikan oleh Malahayati.

Dikutip dari buku Perempuan Keumala lewat laman Indonesia.goMalahayati diberi pangkat laksamana oleh Sultan Riayat Syah.

Ia pun menjadi perempuan pertama di dunia kala itu yang mendapatkan pangkat laksamana.

Membangun Armada Tempur Laut yang Seluruh Prajuritnya Perempuan

Bukan hanya melawan penjajah, Malahayati juga membangun sebuah armada tempur laut yang seluruh prajuritnya adalah perempuan.

Ia menamakan pasukan ini dengan Inong Balee atau prajurit perempuan yang berstatus janda.

Baca Juga: Diskusi Komnas Perempuan: Mengenal Apa Itu Kepahlawanan di Mata Perempuan

Jumlah prajurit Inong Balee ini pun tak main-main, mencapai 2.000 orang.

Mereka seluruhnya adalah para janda dari prajurit yang gugur kala bertempur melawan Portugis.

Berbekal kemampuan yang didapat ketika menimba ilmu di Mahad Baitul Maqdis, Malahayati melatih Inong Balee menjadi pasukan tempur yang disegani.

Sultan Aceh kemudian mendaulatnya sebagai panglima armada laut alias laksamana dan merupakan perempuan pertama di dunia yang menyandang jabatan itu.

Sultan juga membekali pasukan Inong Balee dengan 100 unit kapal perang ukuran besar berkapasitas masing-masing 400 pasukan.

Pasukan Inong Balee mulai dilibatkan dalam beberapa peperangan melawan Portugis dan Belanda.

Wilayah pertempuran mereka tidak hanya sebatas di perairan Selat Malaka saja, namun juga sampai ke pantai timur Sumatra dan Malaya.

Pada 21 Juni 1599, dua kapal Belanda yakni de Leeuw dan de Leeuwin yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan adiknya, Frederik de Houtman, mendarat di pelabuhan Aceh Besar dengan tujuan berburu rempah-rempah.

Karena Cornelis de Houtman bertindak tidak sopan dan melontarkan serangan, Sultan memerintahkan Malahayati mengusir dua kapal Belanda tersebut.

Baca Juga: Hari Pahlawan, Film Ini Angkat Isu Tentang Perjuangan Pahlawan Perempuan Indonesia

Setelah terlibat pertempuran sengit, Cornelis de Houtman terbunuh pada 11 September 1599, sedangkan Frederik de Houtman ditangkap dan dipenjara.

Cornelis de Houtman dibunuh oleh Laksamana Malahayati dalam duel satu lawan satu di atas kapal musuh, menggunakan rencongnya.

Berpulangnya Laksamana Malahayati

Perjuangan Laksamana Malahayati untuk menaklukan Portugis di Malaka berlanjut hingga tahun 1606.

Sayangnya, Laksamana Malahayati berpulang setelah memimpin Inong Balee melawan Portugis di Teluk Krueng Raya, perairan Selat Malaka pada 1615.

Jasad Laksamana Malahayati kemudian dimakamkan di sebuah bukin di Desa Lamreh, Kecamatan Majid Raya, Kabupaten Aceh Besar.

Presiden Joko Widodo menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 2017 melalui Keputusan Presiden RI nomor 115/TK/Tahun 2017.

Namanya juga diabadikan pada salah satu kapal perang TNI-Angkatan Laut dan menjadi nama sebuah pelabuhan di Desa Lamreh, Krueng Raya, Aceh.

(*)

Sumber: Indonesia.go.id
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Tips Switch Career buat Perempuan: 2 Langkah Memulai Jalur Karier Baru