Bahrul menegaskan pentingnya media dalam memberikan informasi yang substantif dan ramah terhadap korban, serta menghindari eksploitasi informasi korban demi menarik perhatian pembaca.
Sayangnya, fenomena clickbait yang mengejar sensasi kerap kali mengorbankan kualitas berita dan memperkuat stigma terhadap perempuan korban kekerasan.
"Banyaknya eksploitasi informasi korban kekerasan berbasis gender, sementara pelaku seringkali tidak terlalu diekspos. Kronologi kejadian malah lebih sering dibahas. Ini adalah catatan bagi kita bersama untuk menghasilkan berita yang substantif, ramah gender, dan tentunya mendukung perempuan korban kekerasan," kata Bahrul seperti dikutip dari situs resmi Komnas Perempuan.
Rizqoh dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten juga menyoroti hal serupa.
Ia mengungkapkan bahwa AJI sangat memperhatikan isu kesetaraan gender dan memiliki banyak kode etik jurnalis terkait penulisan untuk kelompok minoritas dan gender.
Namun, di Banten, khususnya Lebak, masih banyak media yang menggunakan frasa dan gaya pemberitaan yang tidak sensitif terhadap korban.
Media kerap kali menggunakan istilah-istilah yang tidak mempertimbangkan perspektif korban, seperti penekanan pada penampilan fisik korban atau penyalahgunaan frasa yang dapat memicu victim blaming.
Narasi Media Tentang Pemberitaan Kekerasan Terhadap Perempuan
Sejauh pantauan penulis, masih banyak pemberitaan di media yang seolah mendiskreditkan perempuan, terutama korban kekerasan.