Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Poligami: Sebuah Pelanggaran terhadap Kesetaraan dan Hak-Hak Perempuan

Arintha Widya - Selasa, 21 Januari 2025
Poligami melanggar kesetaraan dan hak perempuan.
Poligami melanggar kesetaraan dan hak perempuan. iStockphoto

Parapuan.co - Kawan Puan, rasanya semua orang tahu bahwa poligami adalah praktik pernikahan di mana seseorang memiliki lebih dari satu pasangan secara bersamaan.

Meski pun sering dibahas, kenyataannya poligami jarang ditemukan di sebagian besar wilayah dunia dan lebih banyak terjadi di daerah tertentu, seperti di beberapa negara Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

Di Indonesia sendiri, poligami kerap dijadikan pembenaran untuk dapat menikahi lebih dari satu perempuan daripada berselingkuh atau berzina.

Hal itu pulalah yang jadi rujukan Pj Gubernur Jakarta, Teguh Setiabudi, yang mengeluarkan aturan bahwa PNS di DKI boleh berpoligami.

Mari kita bahas mengapa PARAPUAN menentang aturan tersebut, dan tidak sepakat dengan pernikahan poligami secara umum.

Artikel ini akan membahas pola penyebaran poligami, pengaruh agama, hingga pandangan moral masyarakat. Yuk, simak!

Poligami di Berbagai Wilayah

Stephanie Kramer, peneliti senior Paw Research Center yang fokus pada topik keagamaan pernah membahas tentang poligami.

Bahwasanya, hanya sekitar 2 persen populasi dunia yang tinggal dalam rumah tangga poligami. Di sebagian besar negara, persentase ini bahkan kurang dari 0,5 persen.

Baca Juga: Pandangan Kartini Soal Poligami yang Menjadi Polemik hingga Saat Ini

Poligami paling sering ditemukan di kawasan Afrika Sub-Sahara, di mana 11 persen penduduk hidup dalam rumah tangga yang melibatkan lebih dari satu pasangan.

Negara-negara seperti Burkina Faso (36 persen), Mali (34 persen), dan Nigeria (28 persen) memiliki angka poligami yang tinggi, dan praktik ini sering kali legal, terutama untuk kelompok Muslim.

Sebaliknya, di Timur Tengah dan Asia, meskipun poligami legal di beberapa negara seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, praktik ini relatif jarang.

Misalnya, kurang dari 1 persen laki-laki Muslim di Afghanistan, Pakistan, dan Bangladesh hidup dengan lebih dari satu pasangan.

Agama dan Poligami

Agama memainkan peran penting dalam bagaimana poligami diatur dan dipraktikkan.

Dalam Islam, poligami diperbolehkan dengan batas hingga empat istri, seperti disebutkan dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 3, dengan syarat suami mampu berlaku adil.

Sejarah mencatat, aturan ini muncul pada masa perang di abad ke-7, ketika banyak perempuan menjadi janda dan membutuhkan dukungan.

Namun, dalam praktiknya, poligami sering kali lebih umum di masyarakat Muslim Afrika dibandingkan di Asia atau Timur Tengah.

Baca Juga: Poligami: The Uncovered, Menguak Aturan Poligami dan Posisi Perempuan

Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, poligami pernah diterima di masa lalu, seperti yang terlihat dalam kisah tokoh-tokoh Alkitab seperti Abraham dan Daud.

Namun, sejak Abad Pertengahan, praktik ini ditinggalkan dan dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama.

Meski begitu, beberapa sekte Kristen, termasuk kelompok Mormon di Amerika Serikat hingga akhir 1800-an, sempat mempraktikkan poligami.

Hukum dan Pengaturan Poligami

Poligami dilarang di banyak negara, termasuk seluruh negara bagian di Amerika Serikat, di mana memiliki lebih dari satu pasangan secara sah dianggap ilegal.

Namun, beberapa wilayah seperti Utah telah melonggarkan hukuman terhadap individu yang secara sukarela hidup dalam hubungan poligami tanpa menikah secara resmi.

Di negara-negara di mana poligami legal, aturan biasanya mencakup perlindungan hak perempuan.

Di Burkina Faso, misalnya, sebuah pernikahan harus disepakati sebagai poligami sejak awal agar seorang suami dapat menikahi istri lain di masa depan.

Di Djibouti, pengadilan bahkan mencatat pendapat istri pertama sebelum mengizinkan pernikahan baru.

Baca Juga: ASN Jakarta Boleh Poligami: Apakah Perempuan Dianggap Tak Punya Value hingga Harus Rela Dimadu?

Kontroversi Moral

Pandangan moral terhadap poligami sangat bervariasi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, survei Gallup menunjukkan bahwa hanya 20 persen orang dewasa yang menganggap poligami dapat diterima secara moral, meskipun angka ini meningkat dari 7 persen pada tahun 2003.

Secara global, mayoritas Muslim di Afrika Sub-Sahara mendukung poligami, sementara Muslim di Asia Tengah serta Eropa Timur dan Selatan cenderung menolaknya.

Poligami sering kali dikritik karena dianggap melanggar martabat perempuan.

Komite Hak Asasi Manusia PBB menyatakan bahwa poligami bertentangan dengan kesetaraan gender dan menyerukan penghapusan praktik ini di seluruh dunia.

Jadi, bisa dipahami bahwa poligami merupakan fenomena sosial yang jarang tetapi signifikan di beberapa wilayah.

Praktik ini dipengaruhi oleh faktor agama, budaya, dan sejarah, serta diatur dengan cara yang berbeda di setiap negara.

Sebagian kecil masyarakat menganggap poligami dapat diterima, tetap banyak lainnya yang memandangnya sebagai pelanggaran terhadap kesetaraan dan hak-hak perempuan.

Baca Juga: Jangan Salah Kaprah tentang 'Izin' Agama, Perempuan Berdaya Perlu Menentang Poligami

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.



REKOMENDASI HARI INI

Miris, di Indonesia Belanja Rokok Menyamai Belanja Ikan dan Susu