Parapuan.co - Kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental yang dijamin oleh berbagai konstitusi dan perjanjian internasional.
Namun, di banyak negara, hak ini sering kali dibatasi dengan dalih keamanan nasional, moralitas, atau ketertiban umum.
Salah satu bentuk kebebasan berekspresi yang sering menjadi sasaran sensor adalah musik, termasuk di dalamnya karya band Sukatani yang viral, Bayar Bayar Bayar.
Kasus Band Sukatani: Pelanggaran Hak Berpendapat dan Berekspresi
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Nasdem, Amelia Anggraini, menegaskan bahwa kebebasan berekspresi melalui musik dijamin oleh konstitusi.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 28E Ayat (2) UUD 1945 dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Ia menyoroti bahwa musik adalah bagian dari demokrasi dan tidak boleh ada tekanan terhadap seniman yang menyuarakan realitas sosial.
Amelia juga mengajak semua pihak untuk mengedepankan dialog yang sehat dalam menghadapi kritik.
"Musik bukan sekadar hiburan, tetapi juga bentuk komunikasi sosial yang telah lama menjadi bagian dari demokrasi kita," papar Amelia seperti dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Lagu Indonesia Populer Sepanjang Tahun 2024 yang Dibawakan Penyanyi Perempuan
"Tidak boleh ada tekanan terhadap seniman yang menyuarakan realitas sosial melalui karya mereka. Kita harus memastikan bahwa kebebasan berekspresi tetap terjamin dan tidak ada yang merasa terancam ketika menyampaikan pandangannya," pungkas Amelia.
Pernyataannya ini merespons kasus grup band Sukatani asal Purbalingga, yang menjadi sorotan setelah merilis lagu Bayar, Bayar, Bayar dengan lirik kontroversial menyebutkan "bayar polisi".
Lagu tersebut awalnya dimaksudkan sebagai kritik terhadap oknum kepolisian, tetapi setelah viral, band tersebut menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri.
Dalam unggahan di Instagram, perwakilan band, Muhammad Syifa Al Ufti alias Electroguy, meminta maaf dan mengumumkan bahwa lagu tersebut telah ditarik dari berbagai platform digital.
Band Sukatani dikenal dengan lirik-lirik kritis yang menyoroti isu sosial, politik, dan ketidakadilan.
Namun, musik mereka kerap mendapat larangan dari pihak berwenang yang menganggap bahwa pesan yang disampaikan dapat memicu keresahan di masyarakat.
Tidak hanya itu, beberapa pertunjukan mereka dibatalkan secara mendadak, dan personel band menghadapi ancaman serta intimidasi.
Kasus ini mencerminkan pola yang lebih besar di mana seniman dipersekusi karena karya mereka dianggap bertentangan dengan kepentingan penguasa. Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain.
Dampak Larangan Kebebasan Berekspresi
Baca Juga: Festival Ekspresi Anak 2024: Hadirkan Kegiatan Seru untuk Menampung Suara Anak Indonesia
Ketika kebebasan berekspresi dilarang, berbagai dampak negatif akan muncul, antara lain seperti dirangkum PARAPUAN dari Amnesty International:
1. Penindasan terhadap Hak Asasi Manusia
Banyak negara memiliki konstitusi yang menjunjung kebebasan berbicara, tetapi realitasnya justru sebaliknya.
Pemerintah sering kali menahan, mengancam, atau bahkan membunuh orang-orang yang berani bersuara, terutama mereka yang menentang kebijakan penguasa.
2. Penyalahgunaan Kekuasaan
Pemerintah sering kali menggunakan alasan seperti keamanan nasional, agama, atau pemberantasan terorisme untuk membungkam kritik.
Dengan adanya undang-undang yang mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, banyak aktivis, jurnalis, dan organisasi non-pemerintah (NGO) yang menjadi sasaran represi.
3. Menurunnya Transparansi dan Akuntabilitas
Kebebasan berbicara sangat penting untuk memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kebijakannya.
Baca Juga: Aplikasi PeduliLindungi Dituding Langgar HAM oleh AS, Kemenkes Angkat Bicara
Tanpa kebebasan ini, praktik korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan penyalahgunaan kekuasaan sulit untuk diungkap dan diperbaiki.
Kebebasan Pers yang Terancam
Salah satu aspek utama kebebasan berekspresi adalah kebebasan pers. Namun, di banyak negara, jurnalis menghadapi intimidasi, penangkapan, dan serangan fisik hanya karena melaporkan fakta. Contohnya:
- Filipina: Maria Ressa, jurnalis dan editor Rappler, ditangkap atas tuduhan pencemaran nama baik setelah mengungkap kasus eksekusi di luar hukum yang dilakukan oleh pihak berwenang dalam perang melawan narkoba.
- Mesir: Pemerintah menahan setidaknya 113 individu pada tahun 2018 atas tuduhan yang tidak masuk akal, seperti mendukung klub sepak bola tertentu atau mengedit film.
- Tanzania: Undang-undang yang disahkan pada tahun 2019 semakin membatasi kebebasan pers dengan mengharuskan media untuk melaporkan berita sesuai dengan arahan pemerintah.
Ancaman di Dunia Digital
Perkembangan teknologi digital seharusnya memberikan lebih banyak akses terhadap informasi, tetapi banyak negara justru membatasi kebebasan berekspresi di internet dengan cara:
1. Penyensoran dan Pemblokiran Situs: Pemerintah seperti di Iran, China, dan Vietnam membatasi akses internet untuk mencegah kritik terhadap pemerintah.
Baca Juga: Kode Etik Jurnalistik yang Harus Diketahui Jika Ingin Menjadi Jurnalis
2. Mata-Mata Digital: Beberapa negara menggunakan teknologi canggih untuk memantau komunikasi individu, termasuk mengakses email pribadi dan mengaktifkan kamera atau mikrofon perangkat tanpa sepengetahuan pemiliknya.
3. Pemadaman Internet: Pemerintah di negara seperti Sudan, Zimbabwe, dan India menggunakan pemadaman internet sebagai respons terhadap protes massal.
Mengapa Kebebasan Berekspresi Penting?
Kebebasan berekspresi tidak hanya berdiri sendiri, tetapi juga berkaitan erat dengan hak-hak lain, seperti kebebasan berpikir, beragama, berkumpul, dan berorganisasi.
Hak ini dijamin dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan diperkuat oleh berbagai perjanjian internasional.
Tanpa kebebasan berekspresi, masyarakat tidak bisa menuntut keadilan, membela hak-hak mereka, atau bahkan menyampaikan aspirasi politiknya.
Oleh karena itu, mempertahankan hak ini adalah langkah utama dalam menjaga demokrasi dan memastikan kesejahteraan bersama.
Ketika kebebasan berekspresi dilarang, masyarakat menjadi rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, kurangnya transparansi, dan meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya kolektif dari individu, organisasi hak asasi manusia, dan komunitas internasional untuk terus memperjuangkan kebebasan ini.
Setiap orang memiliki hak untuk bersuara, dan hak ini harus terus dilindungi agar demokrasi dan keadilan dapat terus berkembang.
Baca Juga: Iran Berlakukan Undang-Undang Hijab yang Mengancam Kebebasan Perempuan
(*)