Parapuan.co - Media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram memang memungkinkan orang untuk tetap terhubung dan saling bertukar informasi.
Makanya, banyak orang mengandalkan media sosial untuk berkomunikasi maupun mencari kabar terkini.
Itulah kenapa mereka dapat menghabiskan waktu cukup lama ketika mengakses media sosial.
Kalau mengecek akun media sosial milik kita maupun orang lain sesekali saja dan hanya sebentar mungkin tak apa.
Tapi kalau keterusan, bahkan sampai berjam-jam setiap harinya, tentu tidak baik.
Baca Juga: Kelamaan Pegang Ponsel Bikin Kelingking Bengkok? Begini Cara Mengatasinya
Situs Declutterthemind.com menyebutkan bahwa jika keseringan mengakses media sosial, kita dapat merasa ketagihan untuk terus mengikuti perkembangan yang ada.
Perkembangan tersebut bisa berupa berita terbaru maupun sekadar like atau suka yang orang lain berikan untuk unggahan terbaru kita di media sosial.
Akibatnya, kita jadi ketagihan dan penasaran dengan segala perkembangan itu sehingga semakin sulit lepas dari media sosial.
Untuk membantu mengerem diri dari kebiasaan media sosial yang berlebihan, kita bisa mencoba mendetoksifikasi diri dari media sosial.
Yuk, pahami lebih lanjut soal detoksifikasi media sosial beserta kisah sejumlah orang yang memutuskan untuk melakukannya berikut, dilansir dari berbagai sumber.
Apa Itu Detoksifikasi Media Sosial dan Apa Tujuannya?
Declutterthemind.com mengartikan detoksifikasi (detoks) media sosial sebagai upaya mengurangi penggunaan media sosial selama waktu tertentu yang dilakukan dengan sengaja.
Upaya detoks tersebut rincinya berupa tidak mengaktifkan sementara akun media sosial yang dimiliki, maupun menghapus semua akun media sosial dari gawai kita.
Detoks ini bisa dilakukan selama seminggu, sebulan, bertahun-tahun, bahkan secara permanen tergantung keinginan masing-masing orang.
Baca Juga: Susah Lepas dari Ponsel? 6 Cara Ini Bantu Kamu Detoks Media Sosial
Umumnya, tujuan detoks media sosial adalah untuk membantu kita menjernihkan pikiran dan belajar mengendalikan kebiasaan bermedia sosial kita.
Dengan melakukan detoks media sosial, kita dapat lebih menjernihkan pikiran kita dari segala informasi yang beredar di media sosial.
Terlebih media sosial juga belakangan dipenuhi informasi hoaks bahkan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dapat membuat stres.
Selain itu, dengan detoks media sosial, kita dapat belajar mengendalikan diri untuk tidak terlalu sering mengakses media sosial dan menggunakannya seperlunya.
Pengalaman Orang-orang yang Melakukan Detoks Media Sosial
Situs Huffpost.com merangkum pengalaman nyata beberapa orang yang berhasil mendetoks diri dari media sosial.
Umumnya orang-orang ini merasa pikirannya lebih tenang setelah melakukan detoks media sosial.
Namun, demi melindungi identitas asli orang-orang ini, Huffpost.com hanya menyebutkan nama depan dan usia mereka tanpa merinci lebih jauh.
Berikut secuplik kisah mereka.
Baca Juga: Kesadaran Digital Wellness untuk Kita yang Susah Lepas dari Handphone
Tate (21) memutuskan untuk menghapus akun Facebook-nya pada Maret 2021 karena lelah dengan banyaknya informasi negatif di dalam media sosial itu.
Dia sendiri sudah bertahun-tahun menggunakan Facebook dan punya banyak teman di akunnya.
Walau begitu, dia mendapati teman-temannya terlalu drama di Facebook dan dia merasa muak dengan itu.
Akibatnya, Tate menghapus akun dan aplikasinya.
Hasilnya, dia merasa tidak stres dan tertekan lagi seperti dulu saat masih aktif di Facebook.
Fanny (38) awalnya aktif di Facebook dan Instagram selama bertahun-tahun, namun memutuskan untuk berhenti menggunakan keduanya baru-baru ini.
Ini lantaran dirinya merasa tertekan melihat berita mengenai rasisme di Amerika Serikat (AS) dan pandemi Covid-19 yang merajalela.
Setelah menghapus kedua akun serta aplikasinya, dia merasa pikirannya jadi lebih ringan dan jernih sehingga tidur lebih nyenyak.
Fanny juga tidak terlalu risau dan kesal dengan keadaan politik AS dan pandemi yang melanda.
Kalau ingin berkomunikasi dengan teman dan keluarga, dia cukup mengirimkan pesan kepada mereka dengan gawainya sehingga terasa lebih bermakna.
Baca Juga: Kabar Baik, History Chat WhatsApp Android Sebentar Lagi Bisa Dipindah ke iOS
David (60) selama bertahun-tahun memakai Facebook untuk mempromosikan musiknya di dunia maya dan untuk tetap terhubung dengan teman-temannya.
Namun, melihat sejumlah orang di Facebook seringkali bersikap rasis, dia akhirnya memutuskan untuk berhenti menggunakannya pada 2018.
Selain itu, dia pun khawatir data pribadinya di Facebook dapat dibajak sewaktu-waktu.
Meski tak lagi "beredar" di jagat Facebook, David masih aktif memakai Twitter dan Instagram tapi hanya untuk keperluan pekerjaan.
Dia merasa senang tak lagi memakai Facebook karena terbebas dari konten-konten rasis.
Nah, Kawan Puan tertarik untuk mencoba detoks media sosial juga, tidak? (*)