Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Patriarki yang dipikirkan Blain utamanya terjadi dalam kancah politik Amerika. Relasi timpang ini menumbuhkan persepsi masyarakat luas: Perempuan kurang berkualitas dan tak kompeten dibanding laki-laki.
Dalam bermain-main di arena politik, perempuan diragukan kemampuannya. Perempuan tak bakal menyamai, apalagi melampaui laki-laki, pada urusan yang hendak disterilkan dari perempuan.
Sterilisasinya dilakukan lewat tampilan bias media dalam memberitakan perempuan. Yang lebih disorot dari perempuan politisi adalah gaun yang dikenakan, ketimbang gagasan cemerlang yang diajukannya.
Seluruhnya kemudian diduga jadi penyebab Amerika hingga hari ini tak punya presiden perempuan.
Baca Juga: Pemilu 2024 dan Identitas Politik Perempuan yang Kerap Termarjinalkan
Isi kepala warga negaranya dipenuhi oleh persepsi salah, soal kualitas perempuan. Persepsi yang justru telah selesai di negara-negara Liberia dan Asia. Negara-negara yang tak menganggap tabu punya pemimpin tertinggi perempuan.
Senada dengan Amy Klobuchar, Wakil Presiden Kamala Harris menggangap klasifikasi persoalan jadi ‘soal laki-laki vs. soal perempuan’ adalah penyebab tak cukup hadirnya perempuan di berbagai permasalahan.
Persoalan ekonomi, perubahan iklim global, reformasi peradilan pidana, hingga keamanan nasional, juga merupakan masalah perempuan.
Perempuan bukan hanya diperlukan di tingkat kebijakan, namun juga pada pengambilan keputusan.
Harus selalu ada perempuan di tiap meja keputusan.