Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Tema ini jadi masih menggaung karena kesetaraan itu tetap perlu diraih. Ini lantaran jika keadaannya tak berubah, kesehatan mental perempuan terancam.
Keseluruhan kalimat di atas bukan semata-mata ide berulang yang menghinggapi penulis untuk kembali mengemukakannya jadi bahasan.
Parafrase kalima-kalimat di atas bersumber dari sebuah buku menarik berjudul Invisible Women yang diterbitkan tahun 2019.
Penulisnya, Caroline Emma Criado-Perez, berasal dari Inggris dan dikenal juga sebagai jurnalis serta aktivis feminis.
Baca Juga: Menyingkap Pekerjaan yang Tak Terlihat Pada Perempuan di Era Digital
Gagasan penting invisible women (tak nampaknya perempuan) di buku ini, sebagaimana ditulis oleh Maria Deak di tahun 2012, bersumber dari 3 premis penting relasi laki-laki dengan perempuan.
Pertama, banyak realitas biologis yang dapat mendudukkan perempuan setara dengan posisi laki-laki, namun tak diungkap secara utuh dan cenderung disembunyikan.
Ketika Aritoteles menyatakan laki-laki adalah kelompok utama pada spesies manusia, dalam realitasnya ajaran biologi baru menyebut peran penting ovarium sebagai unsur keberlangsungan manusia, pada abad ke-17.
Lebih dari 2000 tahun posisi biologis penting perempuan ditutupi. Ini menutup pula banyak kesempatan bagi perempuan.
Kedua, berdasar fakta, perempuan banyak menderita luka parah bahkan mengalami kematian tragis dalam peristiwa kecelakaan.