Dr.  Firman Kurniawan S.

Pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org, dan penulis buku Digital Dilemma

Molka, Merenggut Hak Perempuan di Tengah Kemajuan Teknologi Digital

Dr. Firman Kurniawan S. Sabtu, 25 Mei 2024
Molka, aktivitas pemasangan kamera atau alat perekam yang dilakukan secara diam-diam atau ilegal, ramai dibicarakan sejak dokumenter Burning Sun.
Molka, aktivitas pemasangan kamera atau alat perekam yang dilakukan secara diam-diam atau ilegal, ramai dibicarakan sejak dokumenter Burning Sun. Jolygon

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Konsumen utamanya adalah laki-laki, lewat pemanfaatan media sosial maupun media online lainnya.

Unjuk rasa dilakukan banyak perempuan, lantaran cara kerja molka yang berbeda dari revenge porn maupun cyberstalking.

Kedua kejahatan online ini juga memanen material informasi secara ilegal, namun pada revenge porn maupun cyberstalking, targetnya adalah personal yang sudah dikenal atau direncanakan untuk diperas atau ditundukkan kemauannya.

Pemerasan dan penundukan dilakukan dengan cara ancaman penyebaran konten yang memalukan. Pada molka, sasarannya bisa siapa saja tanpa keterkaitan relasi sebelumnya dan utamanya perempuan.

Tanpa adanya sasaran tertentu, korban molka bisa siapa saja. Selain perempuan, juga anak-anak di bawah umur.

Molka tak ubahnya moncong meriam yang terarah ke mana saja. Merusak berbagai kalangan, yang privasinya dikoyak penggunaan teknologi secara ilegal.

Korban baru menyadari ketidakberesan yang dialaminya, saat seseorang yang mengenalnya memberi tahu: dirinya ada pada konten yang tak semestinya.

Privasi dan harga diri yang terlanjur terkoyak, baru disadari setelah konten beredar luas tak terkendali.

Baca Juga: Lakukan Ini Jika Pelaku KBGO Ancam akan Sebarkan Data dan Konten Pribadi

Ini menimbulkan gangguan psikologis yang berkepanjangan, perasaan dikuntit terus menerus, yang tak jarang diakhiri dengan bunuh diri sebagai jalan keluarnya.

Pada “In South Korea, Women are Fighting to End Digital Sex Crimes”, Kenneth R. Rosen, 2022, menuliskan: Seiring unjuk rasa ribuan perempuan Korea Selatan di tahun 2018, yang menyuarakan diperanginya kejahatan seksual digital, seorang pria ditangkap dengan 20.000 video yang diambil secara ilegal.

Laki-laki ini ditangkap lantaran ketahuan memasang kamera mata-mata di sebuah penginapan.

Menanggapi penangkapan itu, mantan presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, menyebut: Kamera mata-mata ilegal telah menjadi bagian lazim dalam kehidupan di negaranya.

Selain kepemillikan kamera oleh banyak kalangan, menyuburnya budaya pengawasan antar warga negara juga mendorong tumbuhnya kejahatan seksual digital.

Terhadap hal ini Yen Lee melanjutkan bahwa Korea Selatan merupakan arena molka yang tak ada tandingannya. Seluruhnya ini lantaran tiga hal: normalisasi, trivialisasi, dan kartelisasi.

Normalisasi, terjadi seiring kepemilikan kamera secara luas.

Ini diikuti dengan penggunaaannya yang ilegal, namun dianggap normal. Keadaan ini konsisten dengan ungkapan sang mantan presiden.

Trivialisasi sendiri terjadi saat molka berhasil diungkap sebagai kejahatan seksual digital yang merugikan, namun media, masyarakat, mungkin juga penegak hukum, tak menganggapnya sebagai peristiwa penting.

Pengungkapan dianggap remeh, dangkal, tak punya pengaruh penting.

Kartelisasi berperan saat terdapat sekelompok orang yang mampu mengubah material hasil molka, menjadi komoditas yang dapat ditransaksikan. Itu terjadi di pasar pornografi.

Tiga hal di atas, tentu bukan khas Korea Selatan.

Di negara manapun, juga Indonesia, terjadi penggunaan teknologi secara ilegal namun dianggap lazim. Pengungkapan kejahatan seksual digital juga dianggap tak penting.

Ditambah pula terdapatnya pihak yang mampu mengubah hasil kejahatan seksual digital, menjadi komoditas perdagangan yang laku dipasarkan, maka kejahatan semacam molka akan marak terjadi.

Dan ketika itu terjadi, tak lain meletakkan perempuan sebagai sasaran korban kejahatan.

Tentu tak elok, bukan? Manakala perempuan yang harus dihormati dan disayangi justru jadi mangsa perkembangan teknologi yang tak dikehendaki? (*)